Selasa, 08 Maret 2011

KALAHNYA PEMERINTAH OLEH SWASTA

Sekarang ini apa yang tidak dapat dibuat oleh manusia, apa yang tidak dapat disajikan kepada masyarakat? Informasi sudah sangat akurat dengan adanya berbagai media elektronik, media cetak, meledaknya penggunaan handphone, dan terutama sekarang ini adalah media informasi internet yang jangkauannya seluruh dunia. Dengan waktu yang sesingkat mungkin, tinggal klik saja, seluruh pelosok dunia bisa muncul di depan mata. Berbagai macam kebutuhan sehari-hari tersedia dalam jumlah cukup di pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern asalkan uang di kantong cukup untuk membeli semua yang diinginkan. Berbagai macam barang mewah pun sudah banyak dimiliki semua orang, pun kalangan menengah ke bawah apalagi dengan maraknya pembelian sistem kredit saat ini. Begitu pula dengan penawaran jasa, mulai dari jasa penginapan, informasi, jasa pelayanan kesehatan, perbankan, dan lain sebagainya. Semua telah tersedia, semua untuk masyarakat, dan masyarakat pun telah menerima semua hal itu sebagai hal yang lumrah walaupun belum lama ini nimbrung dalam kehidupan mereka.
            Satu hal yang sangat disayangkan adalah bahwa walaupun masyarakat tengah dimanjakan oleh berbagai macam kemudahan dalm kehidupan mereka, tetapi hal itu bukan muncul dari pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban mengurusi rakyat. Dalam hal ini, kebanyakan yang berperan dalam memanjakan masyarakat baik dengan teknologi maupun informasi dan lain sebagainya adalah sektor swasta.
            Kita dapat mengambil beberapa contoh yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Apakah anak kita lebih suka menonton televisi swasta dengan semua acaranya yang menarik ataukah lebih suka menonton Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang diisi dengan acara-acara yang membosankan? Tentu jawabannya adalah bahwa anak Anda dan termasuk anak saya lebih suka nongkrong di depan program televisi swasta daripada televisi milik pemerintah.  
Contoh yang kedua adalah pelayanan rumah sakit. Jika kita mengambil sample di Sukabumi saja, saya pikir masyarakat akan cenderung memilih Rumah Sakit As-Syifa, sebuah rumah sakit swasta di Kota Sukabumi, yang biayanya perawatannya relatif  lebih mahal daripada rumah sakit milik pemerintah apabila sanak familinya sakit, sekalipun ia adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai Askes apabila berobat di rumah sakit milik pemerintah. Hal ini bukan tanpa sebab. Dari banyak perbincangan saya dengan masyarakat, mereka sering berkata bahwa pelayanan di rumah sakit swasta lebih memuaskan dan meyakinkan daripada di rumah sakit milik pemerintah. Apalagi apabila berbicara mengenai kenyamanan dan keterjaminan segala sesuatunya, di rumah sakit swasta nyaris tanpa cacat dalam melayani pasien. Adapun dengan PNS yang mempunyai Askes,  mereka malah segan untuk mengurus administrasi yang berbelit-belit di rumah sakit milik pemerintah. Jangan-jangan sebelum administrasi beres, si pasien KO duluan, bakal jadi gawat urusannya.
            Kepuasan terhadap pelayanan inilah yang membuat masyarakat kurang tertarik terhadap pelayanan dari pemerintah. Mereka membandingkannya dengan pelayanan dari sektor swasta yang lebih baik. Maka, mengapa tidak, walaupun biaya yang harus dikeluarkan lebih besar, jika mereka mampu membayarnya maka ke pelayanan umum swasta-lah mereka lari.
Tidak bisa tidak, karena swasta adalah pesaing pemerintah dalam menjual jasanya kepada masyarakat maka pemerintah harus berani diperbandingkan dengan sektor swasta. Namum dalam kenyataannya sektor swasta lebih unggul. Jangan heran apabila masyarakat lebih memilih pelayanan yang diberikan pihak swasta biarpun biayanya lebih membengkak. Secara anekdot dapat dikatakan, kalau saja pihak swasta bisa membuatkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) sepertinya masyarakat akan memilih membuat KTP di tempat milik sektor swasta.
            Ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah kita jangan sampai pemerintah kalah terus pamornya oleh pihak swasta di mata masyarakat. Pemerintah harus meraih simpati masyarakat untuk ikut serta membangun negeri ini dengan mengutamakan pelayanan dari pemerintah daripada dari pihak swasta. Tetapi ada pe-er yang harus dikerjakan oleh pemerintah untuk meraih simpati masyarakat terhadap produk pemerintah yaitu menata sebaik mungkin seluruh segi pelayanan itu bagaimanapun caranya untuk meraih simpati masyarakat tersebut. Maka di bawah ini ada beberapa solusi untuk mengatasi hal tersebut.
Pemerintah mesti lebih fleksible
Sekarang ini pemerintah harus lebih banyak mengarahkan daripada mengatur. Apabila peran pemerintah dalam melaksanakan sesuatu terlalu besar maka akan cenderung pekerjaan tidak dapat terselesaikan dengan baik. Pekerjaan hanya akan diselesaikan dengan asal-asalan, asal jadi, dan asal tersampaikan kepada masyarakat sehingga tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan dari pemerintah sangat rendah.
Artinya pemerintah lebih banyak memberi wewenang daripada melayani. Apabila dilihat dari sudut pandang ini maka keputusan pemerintah kita untuk memberikat Bantuan Tunai Langsung adalah kurang tepat karena dalam hal ini masyarakat tidak terpancing untuk berusaha, malah semakin bergantung terhadap pemberian dari pemerintah. Hal seperti demikian hanya akan menambah beban pemerintah di masa yang akan datang. Maka sebagai solusinya lebih baik didirikan berbagai badan usaha padat karya dimana seluruh masyarakat dapat berkreasi menghasilkan suatu produk sekaligus membantu perekonomian diri dan keluarganya dan juga perekonomian negara.
Kita bisa mencontoh China dan Jepang dalam hal industri rumah tangga. China dan Jepang bahkan telah banyak mengekspor barang-barang elektronik dan mesin hasil dari industri rumah tangga.
Pemerintah mesti berdaya saing
Di sinilah mental pemerintah diuji. Seberapa jauhnya pemerintah bisa bersaing dengan sektor swasta dalam pelayanan terhadap masyarakat. Seperti yang telah penulis singgung di atas bahwa saat ini pamor badan usaha dan pelayanan umum milik pemerintah  kalah dengan sektor swasta.
Segala yang dilakukan oleh pemerintah harus mengacu terhadap misinya yaitu kemakmuran dan dan keadilan. Pemerintah harus punya tujuan yang jelas serta semangat yang tinggi untuk mencapai misinya itu. Tentu saja hal itu harus pula didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah sendiri.
Pemerintah harus selalu memepertimbangkan hasil. Dalam hal ini efisiensi  dan kesesuaian antara modal dan produk yang dihasilkan harus menjadi pertimbangan juga.

Keberhasilan sektor swasta dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah kemitraan terhadap pelanggan. Masyarakat seharusnya dijadikan pelanggan yang harus dimanjakan dan dilayani sebaik mungkin oleh pemerintah bukannya dibuat tidak nyaman dengan pelayanan yang serba berkekurangan.

Sabtu, 05 Februari 2011

10 Kritik Terhadap Reinventing Government

  1. Mengarahkan ketimbang mengayuh,,,lebih bersifat pengarah daripada bersifat pemberi pelayanan. Lalu apakah itu tidak menjadi salah tafsir hingga ditafsirkan pemerintah mengingkari fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Itu menjadi pengingkaran bukan perbaikan pelayanan. Ini kondisi yang lebih buruk.lagi pula tidak semua hal dapat diprivatisasi. Ada sejumlah hal yang hanya dapat dilakukan oleh sector public pemerintah, tidak oleh swasta.
  2. Meberdayakan ketimbang melayani (pemerintah milik masyarakat),,,belum dapat dilaksanakan ketika masyarakat belum siap secara mental untuk masuk ke arena tersebut. Memang, hal ini sangat bagus pula jika melihat di masa dahulu masyarakat kita dapat memenuhi segala kebutuhannya dengan swadaya. Namun demikian  di era globalisasi ini apakah itu semua masih menjadi mungkin? Kebutuhan masyarakat saat ini bukan sekedar kebutuhan tradisional dan alami, namun sudah menuju kebuthan tingkat tinggi seiringa dnegan globalisasi yang tidak dapat dibendung. Jika pemerintaha dnegan berabagi sumber daya yang dimilikinya belum dapat memebrikan pelayanan kepada masyarakat, bagaimana hal nya yang akan terjadi jika masyarakat harus melayani dirinya sendiri???
  3. Memasukan kompetisi dalam pelayanan. Inti masalahnya adalah mencari yang lebih murah tetapi lebih bagus pelayanannya. Namun dalam kenyataannya, dalam system tender, si pemenang tender tidak menjalankan dua persyaratan tersebut sekaligus. Dia hanya akan memeilih salah satunya. Itu karena hal wajar, sumber daya (uang) berbanding lurus dnegan kualitas sesuatu. Hal yang paling rasional adalah dengan mengurangi harga. Mengapa? Karena jika harga tinggi walaupun kualitasnnya bagus ia tidak akan mendapatkan tendernya. Lalu bagaimana keuntungan masih bisa ia dapatkan dari tender yang plafonnya rendah? Ini yang terjadi, plafon yang sudah rendah masih dikurangi lagi dengan keuntungan yang harus didapat. Di lain pihak, saling maun mata antara kontraktor dengan panitia tender adalah hal yang masih sangat lumrah. Bahkan tidak jarang, CV-CV yang menjadi pemenang tender adlaah milik pejabat atau kerabat dan kolega pejabat pemerintah di proyek yang bersangkutan. Itulah yang terjadi.
  4. Pemerintah berdasarkan misi. Terjadi penyakit “lupa ingatan” jika seseorang telah menduduki suatu jabatan. Ini yang terjadi pada para birokrat dan pejabat politik di negeri ini. Ketika awal dia akan memangku jabatan maka mungkin saja ia memiliki keinginan dan harapan untuk dapat melayani  masyarakat dengan misinya, bahkan seringkali misinya itu dipampang besar-besar di setiap tempat. Namun, roh suci yang mengisi misi itu hilang dan tidak digunakan dalam proses pemerintahannya. Inilah mungkin yang disebut salah satu patologi pemerintahan.
  5. Pemerintah yang berientasi hasil bukan input. Ini adalah hal yang sangat bagus. Namun akan lebih bagus lagi jika yang dilihat adalah outcome (manfaatnya). Jika hanya hasil (output) maka belum bersentuhan langsung dengan kesejahteraan masyarakat karena masih bersifat teknis belum bersifat manusiawi. Yang terjadi di lapangan,  terjadi berbagai laporan abal-abal yang dibuat-buat oleh para birokrat untukmenghabiskan anggaran. Walaupun benar, anggaran harus berbasis hasil, tetapi atasan hanya melihat hasil berdasarkan laporan-laporan documenter, bukan secara langsung ke lokasi dan waktu program tersebut. Alhasil, yang banyak terjadi adalah kegiatan-kegiatan pelatihan yang menajdi “proyek jual nasi”, hanya sebagai penghabisan anggaran. Sudah menjadi rahasia umum bahwa seringkali pelatihan yang sediannya dilakukan 7 hari misalnya, disulap menjadi 4 hari. Lalu, anggaran untuk 3 harinya kemana? Padahal di laporan pelaksanaannya aalah 7 hari. Inilah penyakit birokrasi kita.
  6. Berorientasi kepada pelanggan. Jika dunia bisnis mempunyai slogan “pembeli adalah raja” maka belum begitu dnegan birokrasi kita. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, penjual (birokasi) ingin dianggap raja. Apakah ini panatas? Apa latar belakangnya? Budaya feodalisme yang masih kental, sehingga mengganggap jabatan birokrat adalah suatu strata khusus dalam masyarakat, suatu kasta yang lebih tinggi di masyrakat sehingga mereka menganggap masyarakat sebgai pihak lemah yang sangat membutuhkan dan tidak akan dapat berbuat apa-apa tanpanya. Sayangnya, masyarakat juga masih tumpul budaya kritisnya. Mereka menerima apa adanya. Alhasil, kenyataan yang terjadi adalah seringnya seorang birokrat menolak memberikan sesuatu yang dalam memorinya terrekam bahwa itu tidak/kurang sesuai dengan prosedur dengan ketakutan berlebihan bahwa atasannya akan memberikan sanksi padanya. Padahal, belum tentu atasannya akan setuju dengan keputusannya. Secara tidak ia sadari bahwasannya ia telah mengambil keputusannya yang belum tentu benar menurut atasannya. Mengapa justru ia tidak berkoordinasi dulu dengan atasannya mengenai hal itu?
  7. Pemerintah yang berwirausaha. Hal ini disalahtafsirkan oleh birokrasi kita. Buktinya adalah bahwa Rumah Sakit yang menrupakan BLUD dijadikan sebagai instansi penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di lain pihak, peran Perusahaan Daerah atau BUMD justru tidak dimaksimalkan. Kalaupun sebuah perusahaan daerah maju, maka yang pertama sejahtera bukanlah masyarakat sebagai konsumennnya, bahkan pemilik asset dan segala permodalannya, melainkan para pejabat teras BUMD tersebut yang menganggap BUMD sebagai perusahaan pribadinya.
  8. Mencegah daripada mengobati. Ini konsep yang amat  bagus. Namun dmeikian, di era sekarang ini tugas pemerintah justru double. Di satu sisi ia harus melakukan antisipasi atau tindakan preventif bagi segala sesuatu yang mungkin dapat terjadi di masa depan setelah masa ini. Di lain pihak, kekacauan yang terjadi di masa kini juga tidak boleh terlepas dari perhatian. Hal ini dikarenakan, penyakit yang terjadi tidak akan sembuh dnegan sendirinya namun justru akan menular kepada konsep preventif untuk masa depan yang telah disiapkan.
  9. Pemerintah desentralisasi. Bagus di satu sisi, namun belum tentu di setiap sisi. Dengan adanya konsep ini memang benar, pengambilan keputusan termasuk pelaksanaannya lebih spesifik pada komunitas-komunitas tertentu. Hal yang terjadi saat ini yang menjadikan konsep tidak tidak maksimal justru adalah:

  • Koordinasi yang masih kurang efektif dan komunikatif di antara semua instansi dan pemangku kepentingan, termasuk LSM, Media masa, mahasiswa, dan komunitas-komunitas masyarakat. Ini merupakan akibat dari belum lancarnya kanal-kanal informasi di antara mereka.
  • Krisis kepercayaan setiap instansi atau pemangku kepentingan.
  • Ketakutan setiap instansi jika  saling bersinergi akan mengurangi kewenangan yang dimilikinya. Inilah “POSESIFITAS BIROKRASI”.
10. Pemerintah yang berorientasi pasar. Sekilas terlihat bahwa ada sisi keadilan yang ditonjolkan, mengurung system monopoli atau mungkin keberpihakan pemerintah kepada pihak tertentu. Nmaun yang terjadi ternyata tidak seperti itu, system mekanisme pasar inilah yang menimbulkan kesenjangan ekonomi yang semakin luas. Dengan mekanisme pasar, maka yang kuatlah yang akan bertahan sedangkan yang lemah tidak akan kuat bersaing dan akhirnya hilang ditelan bumi. Sayangnya, karena regulasi umum mengenai tidak bolehnya ada keberpihakan (system pasar), maka kewenangan pemerintah untuk melindungi kaum lemah ini menjadi sangat terbatas. Ini sangat berbahaya, karena dengan system ini kedaulatan pemerintah seolah tidak ada lagi. Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun menjadi sangat tidak jelas manakala pemerintah tidak bisa mengamankan kepentingan rakyat banya (yang kebanyakana adalah kaum lemah). Banyak orang bertanya “dimanakah pemerintah kami sekarang ini? Tidakkah mereka melihat kesengsaraan kami akibat para pemeras kapitalis yang semakin merasuk ke kampong-kampung? Mereka memerah susu dari sapi-sapi yang tadinya milik kami, sekarang kami hanya bubuh pemeras susu, mengangkut padi dari sawah-sawah warisan nenek moyang kami yang kini kami hanya menjadi penggarapnya, kami pun hanya menjadi buruh-buruh rendahan di pabrik-pabrik yang berdiri di atas tanah yang diperjuangkan setengah mati oleh para pahlawan dan moyang kami. Kami merasa, kami belum merdeka”. Itulah yang mereka katakan. Tetapi hanya sedikit dari mereka yang bisa berkata seperti demikian. Kebanyakan dari mereka hanyalah diam, pasrah pada kenyataan.