Minggu, 30 Juni 2013

SENANG TERIMA BLSM? DIMANAKAH MORAL KITA?

Oleh: Asep Cahyana, S.IP.


Sejak menjadi sebuah agenda kebijakan sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM bersubdisi, kebijakan pemberian Bantuan Langsung Swadaya Masyarakat (BLSM) memang sudah menuai banyak kritik. Di satu sisi, Pemerintah mendasarkan kebijakan tersebut pada asumsi bahwa dengan menyubsidi bahan bakar minyak (BBM) maka Pemerintah sama saja dengan menyubsidi orang kaya. Hal itu dikarenakan para pengguna mobil pengguna BBM bersubsidi adalah orang-orang menengah keatas. Sehingga, pemerintah memandang hal ini tidak sesuai dengan asas keadilan dan tidak pro rakyat. Namun di sisi lain, tidak sedikit yang menentang pemberian bantuan langsung kepada masyarakat sebagai sebuah kebijakan yang secara moral tidak mendidik masyarakat. Masyarakat diajarkan untuk menengadahkan tangan dan dibiasakan untuk menerima semua dengan ‘gratisan’, tanpa usaha.

Perdebatan mengenai jadi atau tidaknya kenaikan harga BBM  memang sudah berlalu. Pemerintah, dengan wewenangnya, dan dengan dukungan mayoritas suara DPR ‘yang katanya’ wakil rakyat, telah mengambil keputusan dengan disahkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013. Namun demikian, sejumlah masalah yang tidak kalah pelik justeru baru dimulai. Ya, permasalahan terkait dengan pencairan BLSM ditemukan dimana-mana, terutama mengenai pemberian BLSM yang salah sasaran. Kritik dari para pihak yang dari semula menolak kebijakan ini pun kembali mengapi-api menyalahkan pemerintah. Pemerintah tentu saja ada dalam posisi yang harus (mau) disalahkan karena memang tidak bisa membuktikan pernyataan mereka untuk memberikan bantuan .

Mental masyarakat kita.
Sebenarnya, kejadian semacam ini bukan yang pertama kali terjadi. Berbagai  macam bantuan pemerintah yang berlabel bantuan sosial atau bantuan untuk orang miskin sesudah sejak lama banyak ditemukan salah sasaran. Orang yang mampu, bergelang emas, ber-hand phone Blackberry dan sejumlah atribut kekayaan lainnya ikut ngantri mengambil bantuan ini. Sementara, masyarakat yang tidak mampu dalam arti yang sebenar-benarnya hanya bisa pasrah menerima kenyataan bahwa dirinya dinilai pemerintah sebagai orang yang ‘mampu’ dan tidak ada dalam list masyarakat kurang mampu. Sungguh dunia sudah terbalik dibuatnya. Mengharukan…..!!! (Begitu kata Mas Tukul).

Terlepas dari kealpaan yang dibuat Pemerintah itu, sudah seharusnya sebagai masyarakat kita pun ikut mengawal kebijakan yang sudah ‘terlanjur’ dibuat ini. Caranya, paling tidak dengan menilai diri kita masing-masing. Apakah kita termasuk orang yang pantas menerima bantuan itu? Apakah kita merelakan harga diri kita sebagai orang yang diberi hanya karena beberapa lembar rupiah? Sudahkah kita menjadi orang yang paling pantas menerimanya? Jika menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan jujur, maka rasa-rasanya tidak akan ada orang ‘beratribut kemewahan’ yang ikut ngantri bantuan sosial.

Sebaliknya, arahkan perhatian kita kepada tetangga-tetangga kita, masyarakat di sekitar kita, barangkali ada diantara mereka yang lebih kurang beruntung daripada kita. Jika mereka sudah mendapatkan apa yang menjadi hak mereka itu, kita ikut senang. Sebaliknya, jika mereka tidak mendapatnya sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan saran pendapat kepada pemerintah. Sudah selayaknya, mereka mendapatkan haknya. Adalah tindakan yang sangat terpuji jika kita ikut membantu pemerintah untuk memberikan bantuan kepada pihak yang paling membutuhkan. Memang benar, kita semua sama-sama warga negera Indonesia dan sama-sama berhak atas perhatian Negara kepada kita. Namun, diantara warga yang berhak,  masih ada warga Negara yang lebih berhak mendapatkan prioritas.

Moral Bangsa
Sudah jelas dinyatakan dalam Pancasila, Dasar Negara dan Dasar Filsafat bangsa kita bahwa bangsa kita adalah bangsa yang bermoral dan berbudaya yang baik. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sudah seharusnya terinternalisasi dalam jiwa setiap manusia Indonesia. Dengan begitu, setiap tindak-tanduk kita sebagai bangsa tidak akan keluar dari lima dasar filsafat dan pandangan hidup kita bersama tersebut.
Jika saja, setiap putera bangsa memegang tegus filsafat tersebut. Jika saja, para puteri negeri dengan tegas mempertahankan harga diri untuk ditukar dengan lembaran rupiah secara ‘gratisan’. Jika saja, bangsa ini konsisten menolak segala bentuk pemberian yang tidak mendidik dan sebaliknya melawan ketidak beradayaan dengan perjuangan dan kerja keras serta bergotong royong maka pemerintah akan malu dibuatnya. Bayangkan, ratusan triliun uang tersebut akan kembali kepada Pemerintah yang akan sadar dengan sendirinya bahwa mereka tidak becus membuat kebijakan yang mendidik rakyatnya. Lalu, nanti bersama-sama kita menuntut Pemerintah untuk membuktikan sekali lagi, mampukah mereka mengalokasikan anggaran untuk pembangunan yang lebih nyata bagi kemajuan Negara bukan dengan menghambur-hamburkan uang untuk menyogok rakyat sesaat.

Mereka sudah mulai.
Disaat kita baru selesai membaca tulisan ini, saudara kita sudah memulainya. Seorang kakek tua yang tinggal di gubuk bekas kandang kambing di Jawa Timur dengan tegas  menolak untuk diberikan BLSM dengan alasan ada orang yang lebih membutuhkan daripada dirinya. Beliau mengatakan bahwa selama dirinya masih mampu bekerja, beliau tidak berniat menggantungkan diri pada bantuan orang lain.

Di lain tempat, seorang ibu datang kepada pejabat setempat untuk mengembalikan surat pemanggilan sebagai penerima BLSM karena merasa dirinya tak layak menerima bantuan ini. Mungkin masih ada lagi yang sudah memulainya, bertanya kepada diri seberapa layakkah disebut sebagai orang miskin lalu ‘take action’ melawan kebijakan pemerintah dengan aksi nyata “Menolak Diberi!!!”. 

Tetapi, saat kita berbicara mengenai kemuliaan orang-orang tadi, jauh lebih banyak yang rela berdesakan mengantri walaupun uang di dompet masih tebal.

Penulis adalah Sekretaris Jenderal Gerakan Restorasi Sosial (GRASS). Lulusan Sarjana Ilmu Pemerintahan STISIP Widyapuri Mandiri Sukabumi dan sekarang bekerja sebagai Konsultan Pemerintahan di PT. ITTC untuk Kementerian Pertahanan RI.



Kamis, 27 Juni 2013

LINGKUNGAN HIDUP DAN BEBERAPA PERMASALAHANNYA DI INDONESIA

Sumber: eq-th-earth.blogspot.com
Jika dilihat dari sudut pandang manusia, lingkungan hidup adalah kesatuan dari unsur-unsur lingkungan hidup baik yang tak hidup (lingkungan abiotik) maupun yang hidup (lingkungan biotik) yang mempengaruhi kehidupan manusia. Dikarenakan pentingnya lingkungan hidup bagi manusia, menjadi kewajiban bagi manusia itu sendiri untuk mempertahankan lingkungan hidup agar selalu dapat mendukung kelangsungan hidupnya.

Di Indonesia, kenyataan ini diperkuat dengan diaturnya mengenai perlindungan dan pengelolaan hidup sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berlaku saat ini memberi defisini bahwa: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
  1. Melindungi wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
  2. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia
  3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem
  4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
  5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
  6. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan
  7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia
  8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
  9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
  10. Mengantisipasi isu lingkungan global
Perlindungan dan pengelolaan hukum meliputi:
  1. Perencanaan
  2. Pemanfaatan
  3. Pengendalian
  4. Pemeliharaan
  5. Pengawasan
Terlepas dari begitu idealnya (das sollen) definisi dan tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang ada pada peraturan perundang-undangan di Indonesia, dengan mudah kita banyak menemukan permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Tak jarang kenyataan (das sein) yang kita temui di lapangan sangat ironis dengan apa yang diatur dalam peraturan. Berikut ini beberapa permasalahan lingkungan hidup yang kerap kali ditemukan khususnya di Indonesia:

A.Permasalahan Air

Indonesia memiliki permasalahan air yang seringkali diakibatkan oleh penduduknya sendiri. Berikut beberapa permasalahan air yang banyak terjadi di Indonesia.

1.Permasalahan Sungai

Sumber: muhtadi71.wordpress.com
Sungai-sungai di Indonesia memiliki peranan penting bagi kehidupan, yaitu sebagai sarana irigasi, sumber air minum, keperluan industri, dan lain-lain. Tetapi dalam kurun waktu lima tahun ini, kualitas air telah mengalami penurunan. Hal itu disebabkan sebanyak 64 dari 470 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia dalam keadaan kritis. Pendangkalan sungai terjadi di mana-mana. Selain itu, sungai di Indonesia banyak yang tercemar oleh berbagai limbah di antaranya:
  • Limbah domestik, yaitu limbah rumah tangga berupa detergen, tinja, dan sampah yang sengaja dibuang ke sungai.
  • Limbah Industri berupa berbagai zat kimia dan logam berat yang berbahaya dan beracun.
  • Limbah pertanian seperti sisa pestisida dan pupuk.
  • Racun dari kegiatan penangkapan ikan yang terlarang.

2.Pencemaran Air Tanah

Sumber: azamul.wordpress.com
Perumahan di kota-kota padat di Indonesia banyak yang menggunakan sumur tanah sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari, menggantikan peran PAM. Akan tetapi, air tanah dari sumur-sumur tersebut mengandung bakteri Fecal coli, coliform, serta mineral-mineral seperti besi yang melebihi baku mutu. Sumber pencemaran tersebut berasal dari tempat penampungan tinja penduduk (septic tank). Akibatnya, kondisi air berwarna kuning dan berbau. Hal ini bisa saja tidak terjadi jika jarak antara septic tankdengan sumur lebih dari 10 meter. Tapi karena kota merupakan kawasan padat, hal ini menjadi sulit diimplementasikan dan terjadilah pencemaran air tanah.

Selain itu, pembuangan limbah industri yang berdekatan dengan sumur penduduk juga menyebabkan air tanah tercemar. Air tanah di kota-kota besar yang dekat pantai (seperti Jakarta) juga tercemar oleh air asin (air laut) karena penyedotan air tanah secara besar-besaran oleh industri dan berbagai bangunan besar. Karena air tanah sudah banyak tersedot, akhirnya di rongga bekas air tanah tadi air laut merembes dan mengurangi kualitas air tanah yang disedot oleh kota.

Pencemaran air memberikan dampak sebagai berikut:
  • Musnahnya berbagai jenis ikan dan terjadi kerusakan pada tumbuhan air. Dampak lebih lanjut yang terjadi adalah terganggunya ekosistem yang pada saatnya pasti akan merugikan manusia sendiri.
  • Air sungai yang terkontaminasi mengancam kesehatan penduduk di sepanjang DAS karena menjadi sumber berbagai penyakit.
  • Terjadinya banjir di musim hujan.
  • Bau menyengat dari limbah pabrik.
  • Terjadinya kelangkaan air bersih.
Terjadinya blooming algae, suatu keadaan ketika air sungai dan danau ditutupi oleh ganggang yang menyebabkan matinya biota bawah air. Blooming algae disebabkan oleh banyaknya pupuk yang terlarut dalam air.

Limbah dari sungai yang terbawa ke laut akan mencemari biota laut, sehingga turut membawa petaka bagi manusia yang mengonsumsinya. Sebgai contoh penyakit Minamata di Jepang, suatu penyakit yang terjadi di daerah Minamata yang disebabkan oleh menumpuknya logam berat dalam tubuh ikan laut yang dikonsumsi orang-orang.

Upaya penganggulangan pencemaran air dapat dilakukan dengan langkah berikut.
  • Membatasi. Limbah harus diminimalisir dan kalau bisa didaur ulang. Jika tidak bisa didaur ulang, limbah harus dinetralisir agar tidak mencemari lingkungan.
  • Mengawasi. Masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya harus turut mengawasi dan menjaga pelestarian air.
  • Mengendalikan. Pelaksanaan undang-undang lingkungan hidup harus tegas, para pelanggar harus diganjar dengan sanksi yang sesuai.

B.Permasalahan Sampah
Sumber: informasisurabaya.com
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat juga bertambah banyak. Hal ini memberi kontribusi langsung pada meningkatnya volume sampah yang tidak diimbangi oleh upaya penanggulangannya. Hal ini menyebabkan banyak terjadi permasalahan lingkungan hidup. Sebut saja linkungan menjadi kotor, jorok, bau, dll. Itu baru contoh sekitar. Contoh lebih lanjut adalah gejala keracunan dan merebaknya penyakit.

Beberapa langkah untuk menanggulangi permasalahan sampah di Indonesia di antaranya berikut ini.
  • Pembuatan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) untuk mengelola sampah. Lokasinya harus jauh dari permukiman penduduk.
  • Penerapan prinsip 4R: replace (mengganti), reduce (mengurangi), reuse(menggunakan kembali), dan recycle (mendaur ulang).
  • Penempatan bak sampah yang terpisah antara oraganik dan anorganik sehingga mempermudah pengelolaannya.
  • Memproduksi dan memasyarakatkan peralatan untuk mendaur ulang sampah.
  • Mengadakan kerja bakti secara berkala.

C.Permasalahan Hutan

Sumber: dwielestari.wordpress.com
Pola konsumsi masyarakat kian meningkat terutama yang berhubungan dengan hasil hutan. Kebutuhan akan kertas, mebel, dan bahan bangunan telah meningkat tajam. Hal ini dapat menguras keberadaan hutan produksi. Sebenarnya kita pun sering merusak hutan. Dengan membuang-buang kertas atau memakainya secara berlebihan, kita turut andil dalam mendorong para penebang hutan liar melaksanakan aksinya.

Berdasarkan data BPS tahun 2004, luas hutan yang telah rusak maupun kritis telah mencapai 59 juta hektar. Rata-rata terjadi pengurangan luas hutan 1,6 juta hektar per tahun. Bayangkan bagaimana kondisi hutan Indonesia 10 tahun ke depan.

Kerusakan hutan telah berakibat buruk pada kehidupan, seperti tanah longsor, banjir, hilangnya banyak spesies hewan dan tumbuhan, tanah tandus dan tidak produktif, kekeringan, pemanasan global, dll. Kelestarian hutan Indonesia perlu dilakukan dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut.
  • Melakukan reboisasi.
  • Jika ingin menebang kayu, lakukan sistem tebang pilih.
  • Masyarakat, lembaga swadaya, dan pemerintah harus mengawasi dan menjaga hutan.
  • Memberikan sanksi berat bagi penebang hutan liar.

D.Permasalahan Ekosistem Pantai

Sumber: kerusakan-hutan.blogspot.com
Ekosistem pantai merupakan ekosistem yang memiliki kekayaan alam beragam karena merupakan pertemuan antara wilayah darat dan wilayah laut. Berbagai jenis makhluk hidup dapat ditemukan di pantai. Di daerah pantai dapat ditemukan hutan bakau, terumbu karang, dan tentu saja pasir pantai.

Hutan bakau dapat dijadikan bahan baku pembuatan mebel. Terumbu karang merupakan kawasan yang indah, namun sayang sering ada tangan-tangan jahil yang mencopoti terumbu karang untuk dijual. Adapun pasir pantai dapat dijadikan bahan bangunan. Pengerukan sumber daya alam pantai secara berlebihan dapat membuat pantai menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ekosistem pantai akan hancur.

Untuk mengurangi dampak rusaknya ekosistem pantai, perlu dilakukan langkah berikut.
  • Reboisasi hutan bakau.
  • Dibuat peraturan yang membatasi penambangan pasir.
  • Masyarakat terutama nelayan ikut berperan aktif dalam menjaga daerah pesisir pantai.
  • Pemberian tanggung jawab untuk konservasi hutan di sepanjang pantai bagi pengusaha yang bergerak di bidang wisata bahari.

Sumber:

1. Undang-undang Pengelolan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009






Selasa, 25 Juni 2013

JENIS DAN NOMINAL DENDA TILANG BERDASARKAN UU. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Menindaklajuti artikel kami beberapa hari yang lalu tentang bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi oknum petugas Polisi Lalu Lintas yang memeras, kami menulis artikel ini. Mengapa harus membaca artikel ini? Karena ketika kita merasa kita tidak bersalah atau merasa denda yang disebutkan oleh oknum Polisi itu terlalu besar serta hendak melakukan pembelaan, maka kita sudah seharusnyamenguasai aturan yang berlaku agar tidak menjadi debat kusir. Secara logika, advokasi hukum dapat dilakukan apabila kita menguasai aturan yang berlaku.

Berikut ini kami sampaikan macam-macam denda tilang berdasarkan UU. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan pengelompokkan subjek pelaku dan jenis pelanggaran.

1. Setiap Orang Mengakibatkan gangguan pada: fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan. Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2) Rp. 250.000.

2. Setiap Pengguna Jalan Tidak mematui perintah yang diberikan petugas Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ayat ( 3 ), yaitu dalam keadaan tertentu untuk ketertiban dan kelancaran lalu lintas wajib untuk : Berhenti, jalan terus, mempercepat, memperlambat, dan / atau mengalihkan arus kendaraan. Pasal 282 jo Pasal 104 ayat (3) Rp. 250.000.

3. Setiap Pengemudi (Pengemudi Semua Jenis Kendaraan Bermotor)
a. Tidak membawa SIM Tidak dapat menunjukkan Surat Ijin Mengemudi yang Sah Pasal 288 ayat (2) jo Pasal 106 ayat (5) hrf b Rp. 250.000.

b. Tidak memiliki SIM Mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, tidak memiliki Surat Izin Mengemudi Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1) Rp. 1.000.000.

c. STNK / STCK tidak Sah Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapka oleh Polri. Psl 288 ayat (1) jo Psl 106 ayat (5) huruf a. Rp. 500.000.

d. TNKB tidak Sah Kendaraan Bermotor tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Polri. Pasal 280 jo pasal 68 ayat (1) 500.000.

e. Perlengkapan yg dpt membahayakan keselamatan. Kendaraan bermotor dijalan dipasangi perlengkapan yang dapat menganggu keselamatan berlalu lintas antara lain ; Bumper tanduk dan lampu menyilaukan. Pasal 279 jo Pasal (58) 500.000.

f. Sabuk Keselamatan Tidak mengenakan Sabuk Keselamatan Psl 289 jo Psl 106 Ayat (6) 250.000.

g. lampu utama malam hari Tanpa menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu. Pasal 293 ayat (1)jo pasal 107 ayat (1) 250.000

h. Cara penggandengan dan penempelan dgn kendaraan lain Melanggar aturan tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain Pasal 287 ayat (6) jo pasal 106 (4) hrf h 250.000

i. Ranmor Tanpa Rumah-rumah selain Spd Motor Mengemudikan Kendaraan yang tidak dilengkapi dengan rumah –rumah, tidak mengenakan sabuk keselamatan dan tidak mengenakan Helm.Pasal 290 jo Pasal 106 (7). 250.000

j. Gerakan lalu lintas Melanggar aturan geraka lalu litas atau tata cara berhenti dan parkir Pasal 287 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (4) e 250.000

k. Kecepatan Maksimum dan minimum Melanggar aturan Batas Kecepatan paling Tinggi atau Paling Rendah Psl 287 ayat(5) jo Psl 106 ayat (4) hrf (g) atau psl 115 hrf (a) 500.000

l. Membelok atau berbalik arah Tidak memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan saat akan membelok atau berbalik arah. Pasal 294 jo pasal 112 (1). 250.000

m. Berpindah lajur atau bergerak ke samping Tidak memberikan isyarat saat akan ber[pindah lajur atau bergerak kesamping. Pasal 295 jo pasal 112 ayat (2) 250.000

n. Melanggar Rambu atau Marka Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu lalu lintas atau Marka Psl 287 ayat(1) jo psl 106(4) hrf (a) dan Psl 106 ayat(4) hrf (b) 500.000

o.Melanggar Apill ( TL ) Melanggar aturan Perintah atau larangan yang dinyatakan dgn alat pemberi isyarat Lalu Lintas. Psl 287 ayat (2) jo psl 106(4) hrf (c) 500.000

p.Mengemudi tidak Wajar - Melakukan kegiatan lain saat mengemudi -Dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan Pasal 283 jo pasal 106 (1). 750.000

q.Diperlintasan Kereta Api Mengemudikan Kendaran bermotor pada perlintasan antara Kereta Api dan Jalan, tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, Palang Pintu Kereta Api sudah mulai ditutup, dan / atau ada isyarat lain. Pasal 296 jo pasal 114 hrf (a) 750.000

r. Berhenti dalam Keadaan darurat. Tidak Memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan Bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat dijalan. Pasal 298 jo psl 121 ayat (1) 500.000

s. Hak utama Kendaraan tertentu Tidak memberi Prioritas jalan bagi kend bermotor memiliki hak utama yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar dan / atau yang dikawal oleh petugas Polri.
a. Kend Pemadam Kebakaran yg sdg melaks tugas
b. Ambulan yang mengangkut orang sakit ;
c. Kend untuk memberikan pertolongan pd kecelakaan
Lalu lintas;
d. Kendaraan Pimpinan Lembaga Negara Republik
Indonesia;
e. Kend Pimpinan dan Pejabat Negara Asing serta Lembaga
internasional yg menjadi tamu Negara;
f. Iring – iringan Pengantar Jenazah; dan
g. Konvoi dan / atau kend utk kepentingan tertentu menurut
pertimbangan petugas Kepolisian RI. Pasal 287 ayat (4) jo Pasal 59 dan pasal 106 (4) huruf (f) jo Pasal 134 dan pasal 135. 250.000

t. Hak pejalan kaki atau Pesepeda Tidak mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda Pasal 284 jo 106 ayat (2). 500.000

4. Pengemudi Kendaraan Bermotor Roda 4 atau Lebih
a. Perlengkapan Ranmor Ranmor tidak dilengkapi dengan : Ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, Pembuka Roda, dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan. Pasal 278 jo pasal 57 ayat (3) 250.000

b. Sabuk Keselamatan Pengemudi atau Penumpang yang duduk disamping pengemudi tidak menggunakan sabuk keselamtan. Pasal 289 jo pasal 106 (6) 250.000

c. Ranmor Tanpa Rumah- rumah Pengemudi dan penumpang tidak menggunakan sabuk keselamatan dan Helm. Pasal 290 jo pasal 106 ayat (7) 250.000

d. Persyaratan Teknis Ranmor tidak memenui persyaratan teknis meliputi :
Kaca Spion, Klakson, Lampu utama, Lampu mundur, lampu batas tanda batas Dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu Rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca. Pasal 285 ayat 2 jo pasal 106 (3) jo pasal 48 (2) Rp. 500.000

e. Persyaratan laik jalan Ranmor tidak memenui persyaratan laik jalan sekurang – kurangnya meliputi ;
a. Emisi Gas Buang ;
b. Kebisingan suara
c. Efisiensi sistem rem utama;
d. Efisiensi system rem parkir;
e. Kincup Roda Depan;
f. Suara Klakson;
g. Daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. Radius putar;
i. Akurasi alat penunjuk kecepatan;
j. Kesesuaian kinerja roda dan kondisi Ban;
Kesesuaian daya mesin pengerak thd berat kend. Pasal 286 jo pasal 106 ayat (3) jo pasal 48 (3). 500.000

5. Penumpang Kendaraan bermotor yg duduk di samping pengemudi (Sabuk Keselamatan) Tidak menggunakan sabuk keselamatan Pasal 289 jo 106 ayat (6) 250.000

6. Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau Angkutan Orang
a. Buku Uji Ranmor tidak dilengkapi dengan surat keterangan Uji berkala Pasal 288 ayat (3) jo ps 106 (5) hrf (c) 500.000

b. Tidak singgah di terminal sesuai ijin trayek Kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak singgah diterminal. Pasal 276 jo pasal 36 250.000

c. Tanpa ijin dalam trayek Tidak memiliki ijin menyelangarakan angkutan orang dalam trayek Pasal 308 hrf (a) jo psl 173 ayat(1) hrf (a) 500.000

d. Tanpa Ijin tidak dalam Trayek Tidak memiliki ijin menyelanggarakan angkutan orang tidak dalam trayek Psl 308 hrf (b) jo psl 173 ayat (1) hrf (b). 500.000

e.IjinTrayek Menyimpang Menyimpang dari ijin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 173. Pasal 308 hrf (c) jo pasal 173 500.000

f. Pengunaan jalur atau lajur Tidak mengunakan lajur yg tlah ditentukan atau tdk menggunakan lajur paling kiri kecuali saat akan mendahului / mengubah arah. Pasal 300 hrf (a) jo Pasal 124 ayat (1) hrf (c).250.000

g.Turun Naik Penumpang Tidak memberhentikan kendaraannya selama menaikkan dan / atau menurunkan penumpang Pasal 300 hrf (b ) psl 124 ayat (1) hrf (d) 250.000

h. Pintu tidak ditutup Tidak menutup Pintu kendaraan selama kendaraan berjalan Pasal 300 hrf (c) jo pasal 124 (1) hrf (e) 250.000

i. Mengetem, menaikkan / turunkan penumpang tidak di Halte, melanggar jalur Trayek Tidak berhenti selain ditempat yang telah ditentukan, mengetem, menurunkan penumpang selain ditempat pemberhentian, atau melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam ijin trayek Pasal 302 jo pasal (126) 250.000

j. Ijin khusus disalahgunakan Kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu, tapi menaikkan atau menurunkan penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan kendaraan angkutan tidak sesuai dgn angkutan untuk keperluan lain. Pasal 304 jo pasal 153 ayat (1) 250.000

7. Pengemudi Kendaraan Bermotor Bus tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala Psl 288 ayat (3) jo ps106 (5) hrf (c) 500.000

8. Pengemudi Angkutan Barang
a. Buku Uji Ranmor dan/atau kereta Gandengannya atau kereta tempelannya tdk dilengkapi dgn surat keterangan uji berkala&tanda lulus uji berkala. Pasal 288 ayat (3) jo Pasal 106 ayat (5) hrf (c) 500.000

b. Jaringan Jalan Tidak menggunakan jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan Pasal 301 jo pasal (125) 250.000

c. Mengangkut Orang Mobil barang untuk mengangkut orang tanpa alasan Psl (303) jo pasal 137 ayat (4) hrf (a),(b),(c) 250.000

d. Surat Muatan Dokumen Perjalanan Membawa Muatan, tidak dilengkapi Surat muatan dokumen perjalanan Pasal 306 jo Pasal 168 ayat (1) 250.000

9. Pengemudi Angkutan Umum Barang
a. Tata Cara Pemuatan Barang Tidak mematui ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan Pasal 307 jo pasal 169 ayat (1) 500.000

b. Buku Uji Ranmor dan/ atau kereta gandengannya atau kereta tempelannya tdk dilengkapi dgn surat keterangan uji berkala&tanda lulus uji berkala. Pasal 288 ayat (3) jo pasal 106 ayat (5) hrf (c) 500.000

10. Pengemudi yg mengangkut barang Khusus (Persyaratan keselamatan dan keamanan) Tidak memenuhi ketentuan persyaratan keselamatan, pemberian tanda barang, parkir, bongkar dan muat, waktu operasi dan rekomendasi dan instansi terkait Pasal 305 jo pasal 162 ayat (1) hrf (a,b,c,d,e dan f ). Rp. 500.000

11. Pengendara Sepeda Motor
a. lampu Tanpa menyalakan Lampu utama pada siang hari Psl 293 ayat (2) jo psl 107 (2) 100.000

b. Helm Standart Tidak menggunakan helm standar Nasional Indonesia Pasal 291 ayat (1) jo Psl.106 ayat (8) 250.000

c. Helm Penumpang Membiarkan Penumpangnya Tidak mengenakan Helm Pasal 291 ayat (2) jo Psl 106 ayat (8) 250.000

d. MuatanTanpa Kereta samping mengangkut penumpang lebih dari 1 orang Psl 292 jo psl 106 ayat (9) 250.000

e. Persyaratan Teknis dan laik jalan Tdk Memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, meliputi : kaca spion, klakson, ampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, atau alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot dan kedalaman alur ban. Psl 285 ayat (1) jo pasal 106 ayat (3), dan Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) 250.000

12. Pengendara Kendaraan tidak bermotor Dengan sengaja:
- Berpegangan pada kendaraan bermotor untuk ditarik,
- Menarik benda – benda yang dapat membahayakan pengguna jalan lain, dan / atau
- Menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor.
Sedangkan telah disediakan jalur jalan khusus bagi
kendaraan tidak bermotor. Pasal 299 jo 122 hrf (a,b dan c) Rp.100.000

13. Balapan liar di Jalanan
Pengendara bermotor yang balapan di jalan akan dikenai pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 3.000.000 (Pasal 297)

Sumber: UU 22/2009

Senin, 24 Juni 2013

PEMERINTAH GAGAL MEWUJUDKAN PELAYANAN JALAN RAYA BERKUALITAS

Untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas prima, Pemerintah kita memang belum mampu melakukannya. Padahal, pelayanan publik merupakan salah satu fungsi pemerintah yang utama (fungsi primer), selain fungsi lainnya yakni regulasi (pengaturan), pemberdayaan, dan pembangunan. Kendati Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, fungsi yang utama itu belum dapat dipenuhi oleh pemerintah secara maksimal.

Salah satu fungsi pelayanan publik yang gagal dipenuhi oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten dan Kota Sukabumi adalah pelayanan publik di bidang transportasi, tepatnya penyediaan akses jalan yang berkualitas kepada masyarakatnya. Jalan Raya sepanjang Bogor – Cibadak – Cisaat – Kota Sukabumi rusak parah di beberapa titik. Katakan ruas jalan ada di sekitar Rambay (Sukamanah) hingga Cigunung dan Ciseureuh. Kerusakan jalan di akses utama yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sukabumi dengan Kota Sukabumi ini sangat mengkhawatirkan. Padahal, volume kendaraan yang melewati jalur ini setiap harinya cukup tinggi. Seringkali terjadi kecelakaan mengingat lubang-lubang yang cukup besar dan dalam.

Lebih parah lagi jika kita membahas masalah pelayanan jalan raya Sukabumi-Bogor. Selain jalanan yang rusak di sana-sini, kemacetan pun mewarnai setiap ruas jalan dan tak mengenal waktu. Waktu tempuh perjalanan Sukabumi-Ciawi yang sebetulnya bisa ditempuh dalam waktu 2 jam, bisa menghabiskan waktu beberapa kali lipat lamanya jika kemacetan sedang terjadi sangat parah.

GRASS menilai Pemerintah gagal mewujudkan pelayanan akses transportasi yang berkualitas. Apalagi ketika BBM naik sekarang ini, dimana kenyamanan berkendaraan dapat ditemukan? Sudah bensin mahal, jalan rusak dan seringkali macet. Secara otomatis penggunaan BBM juga lebih banyak jika jalanan macet. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan jalan ini tidak berkualitas karena tidak memberikan kepastian waktu. Belum lagi masalah keamanan dalam berkendara yang dipertaruhkan akibat jalan yang rusak disana-sini.

Apakah pemerintah tidak mengentahui fakta ini? Tentu saja tidak mungkin jika jawabannya “tidak”. Mungkin, pemerintah sebenarnya tahu tetapi menutup mata dan pura-pura tidak tahu. Kalaupun ada tindakan, biasanya hanya dengan melakukan perbaikan yang bersifat tambal sulam dan dilakukan dengan tidak serius untuk meningkatkan pelayanan. Hanya bersifat buang-buang anggaran saja.

GRASS mencatat, beberapa waktu yang lalu ruas jalan Cisaat-Cigunung baru saja diperbaiki. Tapi apa yang terjadi? Hasil perbaikan itu hnaya bertahan beberapa minggu saja dan rusak parah dalam beberapa bulan. Tentu saja, orang sudah bisa menebak bahwa ada sesuatu yang ‘ganjil’ dalam tender pengaspalan jalan tersebut. Tetapi, pertanyaan sekarang, apakah pemerintah serius untuk memberikan pelayanan jalan yang berkualitas? Jika memang iya, sudah seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang lebih nyata untuk mengatasi masalah ini. (Achay)





Minggu, 23 Juni 2013

Apa yang Anda Lakukan Jika Ditilang?

Berikut ini ada cerita yang menarik untuk dibaca karena akan menambah pengetahuan kita mengenai norma hukum yang berhubungan dengan aktivitas kita sehari-hari terutama ketika kita berkendara. Diakibatkan tidak tahunya kita terhadap aturan hukum yang berlaku, terkadang kita bisa dibohongi oleh oknum petugas yang membolak-balikan fakta hukum dan pasal-pasal demi keuntungan pribadinya. Terkadang kita pun lebih memilih pula jalan damai (walaupun tahu itu salah) untuk menghadapinya karena ketidaktahuan dan ketakutan kita pada aparat penegak hukum yang cacat hukum seperti itu. Padahal tidak selayaknya kita takut jika kita tahu bahwa kita benar dan justru oknum petugas itu yang "menyelewengkan kekuasaannya". Kemauan kita untuk mempertahankan kebenaran mulai sekarang akan membentuk sebuah budaya hukum yang merupakan bagian dari Gerakan Restorasi Sosial yang sedang digalakkan oleh GRASS. Artikel berikut ini layak menjadi bahan bacaan dan renungan kita bersama. Selamat membaca....

JIKA POLISI MENILANG ANDA, APA YANG ANDA LAKUKAN? (TRIK DITILANG POLISI !)

Harap Di Share ke teman-teman yang lain karena sangat bermanfaat!!
Beberapa waktu yang lalu sekembalinya berbelanja saya sekeluarga pulang dengan menggunakan taksi. Ada adegan menarik ketika sopir taksi hendak ditilang oleh polisi. Dialog antara polisi dan sopir taksi seperti ini.

Polisi (P) : Selamat siang mas, bisa lihat Sim dan STNK?
Sopir (Sop) : Baik Pak…

P : Mas tau..kesalahannya apa?
Sop : Gak pak

P : Ini nomor polisinya gak seperti seharusnya (sambil nunjuk ke plat nomor taksi yg memang gak standar sambil lalu menulis dengan sigap di buku tilang)
Sop : Pak jangan ditilang deh…plat aslinya udah gak tau kemana… kalo ada pasti saya pasang

P : Sudah…saya tilang saja…banyak mobil curian sekarang (dengan nada keras!!)
Sop : (Dengan nada keras juga ) Kok gitu! taksi saya kan Ada STNK nya pak , ini kan bukan mobil curian!

P : Kamu itu kalo di bilangin kok ngotot (dengan nada lebih tegas) kamu terima aja surat tilangnya (sambil menyodorkan surat tilang warna MERAH)
Sop : Maaf pak saya gak mau yang warna MERAH suratnya…Saya mau yg warna BIRU aja

P : Hey! (dengan nada tinggi) kamu tahu gak sudah 10 Hari ini form biru itu gak berlaku!
Sop : Sejak kapan pak form BIRU surat tilang gak berlaku?

P : Inikan dalam rangka OPERASI, kamu itu gak boleh minta form BIRU… Dulu kamu bisa minta form BIRU… tapi sekarang ini kamu Gak bisa… Kalo kamu gak kamu ngomong sama komandan saya (dengan nada keras dan ngotot)
Sop : Baik pak, kita ke komandan bapak aja sekalian (dengan nada nantangin tuh polisi)

Dalam hati saya …berani betul sopir taksi ini …
P : (Dengan muka bingung) Kamu ini melawan petugas!?
Sop : Siapa yg melawan!? Saya kan cuman minta form BIRU… Bapak kan yang gak mau ngasih

P : Kamu jangan macam-macam yah… saya bisa kenakan pasal melawan petugas!
Sop : Saya gak melawan!? Kenapa bapak bilang form BIRU udah gak berlaku? Gini aja pak saya foto bapak aja deh… kan bapak yg bilang form BIRU gak berlaku (sambil ngambil HP)

Wah … wah hebat betul nih sopir …. berani, cerdas dan trendy … (terbukti dia mengeluarkan hpnya yang ada berkamera.
P : Hey! Kamu bukan wartawankan! ? Kalo kamu foto saya, saya bisa kandangin (sambil berlalu)
Kemudian si sopir taksi itupun mengejar itu polisi dan sudah siap melepaskan “shoot pertama” (tiba-tiba dihalau oleh seorang anggota polisi lagi )

P 2 : Mas, anda gak bisa foto petugas sepeti itu
Sop : Si bapak itu yg bilang form BIRU gak bisa dikasih (sambil tunjuk polisi yg menilangnya)

lalu si polisi ke 2 itu menghampiri polisi yang menilang tadi, ada pembicaraan singkat terjadi antara polisi yang menghalau si sopir dan polisi yang menilang. Akhirnya polisi yg menghalau tadi menghampiri si sopir taksi
P 2 : Mas mana surat tilang yang merah nya? (sambil meminta)
Sop: Gak sama saya pak…. Masih sama temen bapak tuh (polisi ke 2 memanggil polisi yang menilang)

P : Sini tak kasih surat yang biru (dengan nada kesal)

Lalu polisi yang nilang tadi menulis nominal denda sebesar Rp.30.600 sambil berkata “nih kamu bayar sekarang ke BRI … lalu kamu ambil lagi SIM kamu disini, saya tunggu”.
S : (Yes!!) Ok pak …gitu dong kalo gini dari tadi kan enak…

Kemudian si sopir taksi segera menjalnkan kembali taksinya sambil berkata pada saya, “Pak .. maaf kita ke ATM sebentar ya .. mau transfer uang tilang . Saya berkata ya silakan.

Sopir taksipun langsung ke ATM sambil berkata, … “Hatiku senang banget pak, walaupun di tilang, bisa ngasih pelajaran berharga ke polisi itu.” “Untung saya paham macam2 surat tilang.”

Tambahnya, “Pak kalo ditilang kita berhak minta form Biru, gak perlu nunggu 2 minggu untuk sidang Jangan pernah pikir mau ngasih DUIT DAMAI…. Mending bayar mahal ke negara sekalian daripada buat oknum!”

Dari obrolan dengan sopir taksi tersebut dapat saya infokan ke Anda sebagai berikut:

SLIP MERAH, berarti kita menyangkal kalau melanggar aturan Dan mau membela diri secara hukum (ikut sidang) di pengadilan setempat.. Itupun di pengadilan nanti masih banyak calo, antrian panjang, Dan oknum pengadilan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilai tilang. Kalau kita tidak mengikuti sidang, dokumen tilang dititipkan di kejaksaan setempat, disinipun banyak calo dan oknum kejaksaan yang melakukan pungutan liar berupa pembengkakan nilai tilang.

SLIP BIRU, berarti kita mengakui kesalahan kita dan bersedia membayar denda. Kita tinggal transfer dana via ATM ke nomer rekening tertentu (kalo gak salah norek Bank BUMN). Sesudah itu kita tinggal bawa bukti transfer untuk di tukar dengan SIM/STNK kita di kapolsek terdekat dimana kita ditilang. You know what!? Denda yang tercantum dalam KUHP Pengguna Jalan Raya tidak melebihi 50ribu! dan dananya RESMI MASUK KE KAS NEGARA.


Selamat Hari Pelayanan Publik, 23 Juni 2013


Jumat, 21 Juni 2013

ORGANISASI LINGKUNGAN KELUHKAN KOMNAS HAM LAMBAT DALAM KELUARKAN HASIL KAJIANNYA TENTANG DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL CHEVRON

Jakarta & Duri (19 Juni 2013) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Duri Institute mengeluhkan lambatnya keluar hasil kajian Komnas HAM tentang Dampak Lingkungan dan Sosial Chevron.Pada Desember 2012, Staf Komnas HAM melakukan investigasi ke lapangan PT Chevron Pacific Indonesia, untuk melihat langsung hubungan operasi Chevron dengan pelanggaran HAM. Hingga kini tidak ada laporan atau publikasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM. Staf Komnas HAM sempat berdialog dengan warga Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau terkait kasus Limbah Chevron serta meninjau langsung Tonggak Lapan di Air Jamban kasus limbah Chevron yang telah berpuluh-puluh tahun tak terselesaikan.Disisi lain, Komnas HAM dengan cepat membantu kepentingan Chevron terkait dengan kasus bioremediasi yang kini sedang dalam proses penegakan hukum.

Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1993-2013) beroperasi, setidaknya ada 8 kasus limbah Chevron yang hingga kini tidak ada pertanggungjawaban yang jelas. Seperti kasus limbah CMTF Arak Pematang Pudu, sungai Pegambang Petani, Wonosobo 1 hingga 3, Kasus Kanal DSF, pencemaran sungai Rokan dan terakhir kasus bioremediasi yang menghebohkan dunia migas di Indonesia.

Khusus untuk kasus pencemaran sumur di Wonosobo, Kelurahan Talang Mandi,Duri, Riau bahkan berdasarkan hasil verifikasi dari BLH Bengkalis ditemukan adanya surfactants anionic dalam sampel air sumur penduduk. Namun hingga kini juga tidak penyelesaian.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup, kendati pernah memberikan peringkat merah PROPER (artinya terdapat pelanggaran peraturan lingkungan hidup) kepada Chevron akibat persoalan sludge oil (lumpur pengeboran minyak), lembaga pemerintah penjaga lingkungan hidup ini tak berbuat berarti mengatasi berulang kali terjadinya pencemaran lingkungan oleh Chevron.

Chevron juga menggunakan teknologi “fracking” metode eksploitasi minyak yang sedang gencar ditentang dinegeri Amerika Serikat sendiri karena dikhawatirkan menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah dan gangguan geologis.
WALHI dan Duri Institute mendesak agar Komnas HAM segera mengeluarkan hasil kajiannya terkait dengan dampak sosial dan lingkungan hidup Chevron, sebab publik layak tahu hasil kegiatan yang menggunakan anggaran publik tersebut.

Kontak media:
· Agung Marsudi (Duri Institute), 085364592905
· Riko Kurniawan (Dir WALHI Riau), 081371302269
· Pius Ginting, Pengkampanye Tambang dan Energi WALHI, 081932925700

STAKEHOLDERS (PEMANGKU KEPENTINGAN)

Definisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagaimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu.

Untuk memulai suatu program atau kegiatan tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR), tidak bisa dihindarkan perusahaan harus berhubungan dengan para pemangku kepentingan. Posisi mereka krusial karena dapat mempengaruhi operasi suatu perusahaan termasuk keberhasilan kebijakan CSR-nya.

Terdapat banyak definisi tentang siapa para pemangku kepentingan. Definisi yang paling sederhana dirumuskan Freeman (1984), yang mengelompokkan pemangku kepentingan menjadi dua. Secara sempit, pemangku kepentingan adalah pihak-pihak, kelompok maupun individual yang sangat diperlukan (vital) untuk kehidupan dan kesuksesan suatu organisasi. Sementara itu, secara luas, pemangku kepentingan adalah semua pihak yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan dan tindakan suatu organisasi.

Menurut ISO 26000, sebagai pedoman melaksanakan tanggung jawab sosial bagi seluruh organisasi, pemangku kepentingan adalah organisasi atau individual yang mempunyai satu atau beberapa kepentingan dalam setiap keputusan dan kegiatan suatu organisasi. Kepentingan dalam konteks ini adalah tuntutan kepada organisasi seperti uang, kepatuhan pada hukum, atau bahkan tuntutan untuk didengar pendapatnya.

Dalam mengetahui pemangku kepentingan yang berkaitan dengan CSR maka perlu dilakukan pemetaan. Menurut Ruth Murray-Webster dan Peter Simon (2006), pemetaan dapat dilakukan dengan mengetahui tiga dimensi utama pemangku kepentingan, yakni kekuasaan yang dimiliki, kepentingan, dan sikap. Kekuasaan dapat diukur dari posisi mereka, atau sumber daya yang dimiliki atau kredibilitasnya sebagai ahli atau pemimpin di daerah operasi perusahaan. Kepentingan dilihat dari sejauh mana mereka akan aktif atau pasif mempengaruhi perusahaan. Sedang sikap berkaitan dengan kemungkinan melakukan dukungan atau menentang perusahaan. Ketiga dimensi tersebut kemudian oleh Murray-Webster dan Simon (2006) dibuat dalam grafik untuk mengetahui delapan atribut pemetaan pemangku kepentingan, yakni:

  • Pertama, Penyelamat (Saviour): pemangku kepentingan yang mempunyai kekuasaan, kepentingan tinggi, sikap positif, dan pendukung. Mereka ini yang perlu di-"jaga" baik-baik oleh perusahaan.
  • Kedua, Teman (Friend): kekuasaan rendah, kepentingan tinggi, sikap positif, dan pendukung. Mereka ini aman untuk dijadikan teman “berdiskusi” oleh perusahaan pada saat perusahaan mengalami suatu persoalan. 
  • Ketiga, Penyabot (Saboteur): punya kekuasaan, kepentingan tinggi, sikap negatif, dan penghalang. Maka perusahaan harus selalu siaga ”membersihkan” apa yang mereka perbuat.
  • Keempat, Pengganggu (Irritant): kekuasaannya rendah, kepentingan tinggi, sikap negatif, penghalang. Mereka ini justru perlu diajak terlibat dalam kegiatan CSR dan “diletakkan” di tempat/posisi “aman” supaya mereka berhenti mengganggu.
  • Kelima, Raksasa Tidur (Sleeping Giant): mereka punya kekuasaan besar, kepentingan rendah, sikap positif, pasif, dan pendukung. Pemangku kepentingan ini harus diajak terlibat agar mereka “bangun” dari “tidur”-nya.
  • Keenam, Kenalan (Acquaintance): kekuasaannya rendah, kepentingan rendah, sikap positif, pasif dan pendukung. Mereka ini pihak-pihak yang perlu diajak komunikasi tentang kegiatan perusahaan, dengan harapan dapat menjadi penyalur “berita” mengenai perusahaan.
  • Ketujuh, Bom Waktu (Time Bomb): punya kekuasaan, kepentingan rendah, sikap negatif, pasif, dan penghalang. Mereka ini perlu dipahami sehingga dapat “dijinakkan” sebelum meledak.
  • Kedelapan, Tali Jebakan (Trip Wire): kekuasaan rendah, kepentingan rendah, sikap negatif, pasif, dan penghalang. Mereka ini juga perlu dipahami supaya perusahaan/organisasi dapat berhati-hati “melangkah” sehingga tidak “menginjak jebakan” yang mereka buat

Kamis, 20 Juni 2013

Corporate Social Responsibility (CSR)

Sumber: http://www.123rf.com
Sebenarnya definisi Corporate Social Responsibility (CSR) sangat beragam. Hal ini sangat bergantung kepada visi dan misi korporat yang disesuaikan dengan needs, desire, wants, dan interest komunitas. Walaupun secara singkat dapat dikatakan bahwa esesnsi dari CSR adalah giving back dari korporat kepada komunitas (stakeholders).
Chambers dalam Iriantara (2004:49) menyatakan bahwa CSR diatikan sebagai: “Melakukan tindakan sosial (termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup) lebih dari batas-batas yang dituntut oleh peraturan perundang-undangan”.  Secara lebih terperinci Trinidads & Tobacco Bureau of Standards mendefinisikannya sebagai: “Melakukan usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas”. Tidak jauh berbeda The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikannya sebagai: “Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup”.
Sementara itu Mark Goyder dalam Iriantara (2004:77) membagi bentuk CSR menjadi 2 (dua), yakni:
  1. Membentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap komunitas dan nilai yang menjadi acuan dari CSR. Pembagian ini merupakan tindakan terhadap luar korporat atau kaitannya dengan lingkungan di luar korporat seperti komunitas dan lingkungan alam.
  2. Mengarah ke tipe ideal yang berupa nilai dalam korporat yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya. Interprestasi yang benar dari CSR adalah ekpresi dari tujuan perusahaan dan nilai-nilai dalam seluruh hubungan yang dibangun.

Sebagaimana disebutkan oleh Budimanta, Prasetijo, Rudito (2004:77) bahwa “Bentuk CSR memiliki 2 (dua) orientasi. Pertama, internal, yakni CSR yang berbentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap komunitas. Kedua, eksternal, yakni CSR yang mengarah pada tipe ideal yang berupa nilai dalam korporat yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya”.
Menurut Wahyudi dan Azheri (2008:37) dalam Reza Rahman (2009:13) terdapat 5 (lima) pilar CSR di Indonesia sebagaimana gencar dikampanyekan oleh Indonesia Business Link (IBL), yakni:
  1. Building human capital
  2. Strengtening economies
  3. Assesing social chesion
  4. Encouraging good governance
  5. Protecting to environment

Dalam praktiknya di lapangan, menurut Reza Rahman (2009:13) suatu kegiatan dapat disebut CSR jika memenuhi beberapa unsur berikut ini:
  1. Cointinuity and sustainability (berkelanjutan dan berkesinambungan). Suatu kegiatan amal yang berdasarkan trend atau incidental tidak termasuk CSR. Kegiatan CSR bercirikan long term perspective bukan instant, happening, atau booming. CSR bercirikan mekanisme kegiatan yang terencanakan, sistematis dan dapat dievaluasi.
  2. Community empowerment atau pemberdayaan komunitas. Hal ini membedakan CSR dari kegiatan charity atau philanthropy semata. Tindakan-tindakan kedermawanan walaupun dapat membantu komunitas tetapi tidak menjadikannya mandiri. Salah satu indicator suksesnya CSR adalah kemandirian komunitas dibandingkan sebelum dilakukan CSR.
  3. Two ways, artinya CSR bersifat dua arah. Korporat tidak hanya berlaku sebagai komunikator semata tetapi juga harus mampu mendengarkan aspirasi dari komunitas. Ini dapat dilakukan dengan need assessment, yaitu sebuah survey untuk mengetahui needs, desires, interests, dan wants dari komunitas.

Selasa, 18 Juni 2013

BBM NAIK, RAKYAT MENJERIT


Sejak bergulirnya kembali rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), rakyat kecil dengan khawatir bercampur kegalauan menikmati detik demi detik kehidupan yang masih dapat merekanikmati. Bagaimana tidak, ketika gong kenaikan BBM sudah dipukul atau sirine telah dibunyikan nanti, maka harga-harga kebutuhan pokok ditengarai akan melambung tinggi seiring dengan kenaikan BBM yang juga cukup tinggi prosentasenya. Tidak tanggung-tanggung, kenaikan harga BBM yang disebabkan dicabutnya subsidi BBM ini menyebabkan harganya naik sekitar 44% yakni dari Rp 4.500,- menjadi Rp.6500,-. Berbagai macam keluh kesah masyarakat mewarnai obrolan-obrolan di pasar-pasar, warung kopi dan di setiap tempat lainnya.

Memang, di sisi lain, pemerintah menjanjikan adanya pengalihan subsidi kepada sejumlah program yang pro rakyat. Karena, subsidi BBM yang saat ini berlangsung disebut-sebut tidak pro rakyat kecil. Ternyata lebih banyak dinikmati oleh masyarakat berduit yang lebih banyak mengonsumsi bahan bakar untuk kendaraan-kendaraan mereka. Orang yang lebih banyak punya motor atau mobil akan lebih banyak menggunakan bahan bakar untuk kendaraannya. Itu berarti, subsidi yang dinikmati oleh orang kaya jauh lebih besar dibandingkan dengan subsidi yang dinikmati orang miskin yang kebanyakan hanya bisa numpang angkot. Oleh karena itu pemerintah berencana mengalihkan subsidi untuk program-program yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin (katanya!!!!) seperti PKH, bantuan sosial, dan sebagainya.Walaupun demikian, tetap saja masyarakat merasa galau. Bantuan-bantuan langsung seperti itu tidak akan bisa mengobati pedihnya luka masyarakat akibat melambungnya harga-harga yang diakibatkan kenaikan harga BBM. Masyakarat kebanyakan belum siap dengan dampak kenaikan BBM yang akan melanda multi sektor kebutuhan meraka.

Kegalauan kita semua itu terjawab dengan jeritan dan kepedihan. Rapat paripurna untuk mengesahkan RAPBN-P 2013 pada Senin (17/6/2013) malam akhirnya ditempuh melalui mekanisme voting. Hasilnya, sebanyak 65 persen anggota Dewan yang hadir menyetujui RAPBN-P 2013 yang berisi dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Berikut hasil voting yang dilakukan secara terbuka:
  1. Hanura : 14 orang menolak, 0 menerima.
  2. Gerindra: 26 orang menolak, 0 menerima
  3. PKB: 23 orang menerima, 0 menolak
  4. PPP: 34 orang menerima, 0 menolak
  5. PAN: 40 orang menerima, 0 menolak
  6. PKS: 51 orang menolak, 0 menerima
  7. PDI Perjuangan: 91 orang menolak, 0 menerima
  8. Golkar: 98 orang menerima, 0 menolak
  9. Demokrat: 143 orang menerima, 0 menolak
  10. Jumlah yang menerima 338 anggota, sementara yang menolak 181 anggota.
Dengan hasil voting ini, RAPBN-P 2013 akhirnya disahkan dan BBM dipastikan akan naik.