Senin, 16 Februari 2015

Menyontek dalam Menghadapi Ujian Nasional


Oleh: Asep Cahyana
 
Adalah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa menyontek adalah hal yang amat lumrah dilakukan, khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pekerjaan yang dinamakan menyontek ini dalam Bahasa Inggris mempunyai padanan kata "cheat" atau "cheating". Mungkin dalam Bahasa Indonesia dapat pula disepadankan dengan kata menyadur, mengkopi, atau sebagainya. Walaupun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata yang berasal dari kata dasar "sontek" ini mempunyai beberapa arti yaitu 1. menggocoh (dengan sentuhan ringan); mencukil(bola dsb) dengan ujung kaki, 2. mengutip (tulisan dsb) sebagaimana aslinya; menjiplak.
Namun dalam kenyataannya penggunaan maknanya meluas. Menyontek yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah menyontek yang memiliki arti nomor dua dalam pengertian menurut KBBI di atas. Namun, makna dari menyontek tak hanya merujuk pada kegiatan menjiplak seperti aslinya seperti dikatakan dalam KBBI tersebut, akan tetapi juga mengarah pada suatu pekerjaan yanag tidak jujur atau tidak yang dilakukan baik secara fisiknya ataupun esensinya. Misalnya, dalam suatu ulangan atau test, kegiatan di mana perilaku menyontek banyak dilakukan, menyontek bukan hanya mengarah pada orang yang menjiplak dari buku mengenai jawaban dari apa yang menjadi soal, akan tetapi mengarah pula pada kegiatan menanyakan jawaban kepada orang lain atau baik sebelum ataupun ketika test berlangsung. Mengapa penulis bisa mengatakan sebelum test berlangsung? Karena, dengan sudah begitu canggihnya sistem mencontek itu, jawaban bisa didapat sebelum tes dimulai, berupa bocoran, misalnya.

Amoral
Namun, menyontek mempunyai nilai rasa yang lebih greget menyangkut tingkat amoralnya. Dapat dikatakan bahwa menyontek lebih mengarah kepada tindakan tidak jujur sehingga dapat dimasukan kepada tindakan yang amoral dan dapat merusak nilai-nilai budaya serta kepribadian yang baik. Menyontek dalam arti luas ini merujuk pada pekerjaan yang sangat indisipliner, amoral, dan bukan merupakan suatu tindakan yang terpuji, bahkan amat tercela yang dapat pula merusak masa depan generasi muda bahkan masa depan bangsa dan negara sehubungan generasi muda adalah generasi penerus bangsa di masa depan.
Hal inilah yang harus menjadi pertimbangan kita untuk bersamaa-sama melakukan tindakan baik secara persuasive ataupun coersive untuk menghentikannya. Mau jadi apa generasi masa yang akan datang apabila mereka dihasilkan dan dibentuk serta berhasil dari cara yang tidak baik, tidak jujur, dan amoral? Lebih jauhnya akan bagaimanakah hancurnya bangsa dan negara ini jika di masa depan dikelola oleh orang-orang yang sudah tidak jujur dimulai ketika mereka berada di bangku sekolah? Secara logika, apabila ketika menempuh pendidikan mereka sudah tak jujur, besar kemungkinan di dunia kerja pun tak akan lebih jujur, bahkan mungkin lebih menjadi dikarenakan tingkat kemahiran menyontek yang telah begitu terasah. Sehingga bukan hal yang tidak mungkin, para koruptor itu adalah produk dari para pelajar penyontek ini.

Budaya
Menyontek, dalam beberapa tulisan yang pernah penulis temui dirangkai dengan kata budaya, sehingga kurang lebih penulisannya menjadi "budaya menyontek". Sebagai contoh, penulis menemui kalimat seperti "Budaya menyontek sepertinya sudah menjadi hal biasa yang dapat ditemui di lingkungan sekolah" atau " Sepertinya menyontek sudah menjadi budaya yang berkembang pesat di masyarakat sehingga seolah sudah menjadi budaya".
Namun menurut penulis, merangkaikan kata menyontek dengan kata budaya baik dalam rangkaian frase ataupun dalam bentuk kalimat yang mengarah kepada pemaknaan bahwa menyontek itu adalah budaya. Hal yang penulis tidak setujui adalah karena budaya merujuk kepada pengertian hasil dari budi, pikiran, akal (cipta, rasa, dan karsa) manusia yang berkembang menjadi suatu kebiasaan yang sukar dirubah. Sedangkan "menyontek" ini, seperti sudah penulis singgung adalah tindakan yang amoral dan tidak memerdulikan norma kesusilaan yang berkembang. Jelasnya, ketika seseorang mencontek, ia tidak menggunakan cipta, rasa, dan karsanya. Sehingga, apa yang dilakukan seorang penyontek, tidak bisa dikategorikan sebagai suatu budaya. Penulis lebih setuju apabila menyontek ini dirangkai dengan kata "kebiasaan" sehingga dapat lahir frase "kebiasaan menyontek". Bahkan penulis lebih senang merangkai lagi dengan kata "buruk" di tengahnya sehingga menjadi frase "kebiasaan buruk menyontek".

Ujian Nasional
Ujian nasional yang sudah di depan mata benar-benar sudah menjadi ajang unjuk kemahiran mencontek ini. Berbagai macam tata cara mencontek digunakan oleh pelajar dalam situasi ini, mulai dari cara mencontek yang konvensional/tradisional seperti membawa catatan-catatan kecil hingga cara-cara yang modern seperti lewat SMS dan sebagainya. Kendati larangan membawa handphone saat ujian telah diberlakukan pemerintah, berbagai kegiatan mencontek ala teknologi canggih lainnya tetap berkembang.
Hal yang sangat penulis khawatirkan adalah terlalu percayanya para siswa kepada kemahiran menyontek yang mereka punya. Hal ini menyebabkan mereka malas belajar. Sehingga hal yang utama yang dilakukan oleh mereka bukannya mempersiapkan diri atau menghafal materi pelajaran sebelum ujian melainkan mengatur siasat bagaimana agar mereka bisa menyontek dengan sukses.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Pengalaman penulis menjadi pengawas TO (try out) membuktikan bahwa usaha siswa hanya sampai pada bagaimana caranya agar ia sukses menyontek, bukan bagaimana cara agar ia bisa menyelesaikan soal dengan baik dan benar. Jika penulis membuat persentase, maka kecil sekali perbandingan siswa yang tidak menyontek dibandingkan dengan yang tidak menyontek di waktu TO tersebut.
Kebiasaan menyontek di waktu TO tersebut sangat mempengaruhi keefekifan TO yang dimaksud. TO yang awalnya dimaksudkan untuk mengecek kesiapan siswa dan dijadikan tolak ukur untuk menyusun strategi peningkatan kompetensi dalam menghadapi ujian sesungguhnya tersebut, disalahgunakan hanya karena siswa merasa mereka akan malu jika nilai TO-nya jelek. Padahal nilai TO tidak akan berpengaruh pada nilai apa pun.
Memang, rasa malu itu tidak akan mereka rasakan ketika nilai TO mereka bagus dan memenuhi standar minimal kelulusan. Akirnya mereka terlena dengan hasil yang sebetulnya bukan murni dari kemampuan akademisnya tersebut. Mereka mungkin berfikir situasi dan kondisi ujian sebenarnya akan sama persis dengan yang terjadi di TO hingga tidak ada usaha untuk meningkatkan frekuensi belajar dan kemampuan akademik mereka. Mungkin mereka tak pernah berfikir bahwa rasa malu itu akan benar-benar terjadi ketika mereka tidak lulus ujian sebenarnya bukan ketika tidak lulus try out.

Minggu, 15 Februari 2015

Kegiatan Keep Sukabumi Clean Tanggal 15 Februari 2015




Agen Grass berlari menyusuri jalan di Kota Sukabumi, mengajar masyarakat membuang sampah pada tempatnya

Dewan Pendiri GRASS yang ikut serta kegiatan, berfoto bersama anak-anak

Berfoto di depan Motor Sampah bantuan Pemprov

Berfoto di depan Pendopo Kota Sukabumi

Berfoto dengan masyarakat di depan Pendopo Kota Sukabumi

Berfoto dengan Komunitas Sepeda

Berfoto dengan Komunitas Skateboard


Berfoto dengan Abang Tukang Becak


Berfoto dengan Mang Kusir di dekat Bundaran Adipura


Berlari mengelilingi Lintasa Lari Lapang Merdeka

Di depan Taman Lapangan Merdeka

Menyita perhatian masyarakat



Di depan Taman Lapangan Merdeka

Memungut sampah

Dengan Ari Suyono, Master Lari Nasional

Memungut sampah


Dengan tokoh Sukabumi, H. Andi Hamami

Bergaya hehehehe

Ibu-ibu gaul hehehe

Senin, 09 Februari 2015

AGENDA KEGIATAN GRASS


AGENDA KEGIATAN GRASS

Nama Kegiatan

Keep Sukabumi Clean



Tema

“Gerakan budaya sadar buang sampah pada tempatnya: Mulai dari diri sendiri dan saat ini”



Tujuan

1.    Mengajak masyarakat untuk sadar membuang sampah pada tempatnya

2.    Ikut serta dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup khususnya di Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi

3.    Ikut serta mempertahankan Piala Adipura di Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi



Tempat

Car Free Day dan Track Jogging Wilayah Kota Sukabumi dan Kab. Sukabumi (Lokasi setiap Minggu akan ditentukan kemudian)



Waktu

Setiap hari Minggu di minggu ke-2 dan ke-4 setiap bulan mulai Februari 2014 Pukul 06.00 s/d selesai



Pelaksana

Bidang Lingkungan Hidup GRASS



Peserta

Masyarakat umum



Kegiatan

1.    Olahraga bersama

2.    Sosialisasi/kampanye sadar buang sampah pada tempatnya

3.    Bakti sosial

4.    Lomba-lomba (tentative)

5.    Dll (ditentukan kemudian).



Anggaran

Swadaya dan bantuan pihak lain



Sponsor

1.    Pabrik Minuman

2.    Dealer motor

3.    Bank-bank

4.    Swalayan-swalayan



Sukabumi,  Februari 2015

Direktur GRASS,



Hari Saputra, SE


Minggu, 08 Februari 2015

Selayang Pandang Kota Sukabumi

Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa barat pada koordinat 106o 45’ 50’’ Bujur Timur dan 106o 45’ 10’’ Bujur Timur, 6o 49’ 29’’ Lintang Selatan dan 6o 50’ 44’’ Lintang Selatan, terletak di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang ketinggiannya 584 m diatas permukaan laut, dengan suhu maksimum 29 oC yang berjarak 120 Km dari Ibukota Negara (Jakarta) dan 96 Km dari Ibukota Propinsi (Bandung) dengan luas wilayah 4.800,231 Ha. Memiliki penduduk sampai akhir Tahun 2002 tercatat 269.142 jiwa, dengan kepadatan penduduk rata-rata 50 jiwa/Km2 yang tersebar.
Wilayah Kota Sukabumi seluruhnya berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi yakni: di Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cisaat dan Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi, Sebelah Selatan dengan Kecamatan Nyalindung Kabupaten Sukabumi, Sebelah Barat dengan Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi, Sebelah Timur dengan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi.

Sejarah
Kota Sukabumi berasal dari bahasa Sunda, yaitu Suka-bumen menurut keterangan mengingat udaranya yang sejuk dan nyaman, mereka yang datang ke daerah ini tidak ingin pindah lagi, karena suka atau senang bumen-bumen atau bertempat tinggal di daerah ini.

Pada tahun 1914 Pemerintah Hindia Belanda menjadikan Kota Sukabumi sebagai "Burgerlijjk Bestuur" dengan status "Gemeenteraad Van Sukabumi" dengan alasan bahwa di Kota ini banyak berdiam orang-orang Belanda dan Eropa pemilik perkebunan-perkebunan yang berada di daerah Kabupaten Sukabumi bagian Selatan yang harus mendapatkan pelayanan yang istimewa.
Sejak ditetapkannya Sukabumi menjadi Daerah Otonom pada bulan Mei 1926, maka resmi diangkat "Burgemeester" yaitu: Mr. GF.Rambonnet. Pada masa inilah dibangun sarana dan prasarana penting seperti Stasiun Kereta Api, Mesjid Agung, Gereja dan Pembangkit Listrik.
Perkembangan Pemerintahan
Perubahan Nama Pemerintahan
(1). Gemeente Soeka Boemi Tahun 1914-1942,
(2). Soekaboemi SHI Tahun 1942-1945,
(3). Kota Kecil Sukabumi Undang-undang No. 17 Tahun 1950,
(4). Kota Praja Sukabumi Undang-undang No. 1 Tahun 1957,
(5). Kotamadya Sukabumi Undang-undang No. 18 Tahun 1965,
(6). Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi Undang-undang No. 5 Tahun 1974,
(7). Kota Sukabumi Undang-undang No. 22 tahun 1999, UU No 32 Tahun 2003
Nama-Nama Pimpinan Pemerintahan Daerah Sukabumi
1. Mr. R. Syamsudin 1945-1946
2. Raden Mamur Soeria Hoedaja 1946-1948
3. Raden Ebo Adinegara 1948-1950
4. Raden Widjaja Soerija (Acting)
5. Raden S. Affandi Kartadjumena 1950-1952
6. Raden Soebandi Prawiranata 1952-1959
7. Mochamad Soelaeman 1959-1960
8. Raden Soewala 1960-1963
9. Raden Semeru (Acting)
10. Drs. Achmad Darmawan Adi 1963-1961
11. Raden Bidin Suryagunawan (Acting)
12. Saleh Wiradikarta, S.H. 1966-1978
13. Soejoed 1978-1988
14. H. Zaenudin Mulaebary, S.H. 1988-1993
15. H. Udin Koswara, S.H. 1993-1997
16. R. Nuriana (Gubernur Jabar) PJS
17. Dra. Hj. Molly Mulyahati Djubaedi, M.Sc. Plh
18. Dra. Hj. Molly Mulyahati Djubaedi, M.Sc. 1998-2003
19. H. Mokh. Muslikh Abdussyukur, S.H., M.Si. 2003-2013
20. H.M. Muraz 2013 - ...

Sumber: http://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1059

Buka juga:
 

Selayang Pandang tentang Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi terletak antara 106º49 sampai 107º Bujur Timur 60º57 - 70º25 Lintang selatan dgn batas wilayah administrasi sebagai berikut : sebelah Utara dengan Kab. Bogor, sebelah Selatan dgn samudera Indonesia, sebelah Barat dgn Kab. Lebak, disebelah timur dgn Kab. Cianjur.

Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang Selatan dengan batas wilayah administratif sebagai berikut : disebelah Utara dengan Kabupaten Bogor, disebelah Selatan dengan Samudera Indonesia, disebelah Barat dengan Kabupaten Lebak, disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur. Batas wilayah tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang cukup luas yaitu ± 419.970 ha. Pada Tahun 1993 Tata Guna Tanah di wilayah ini, adalah sebagai berikut : Pekarangan/perkampungan 18.814 Ha (4,48 %), sawah 62.083 Ha (14,78 %), Tegalan 103.443 Ha (24,63 %), perkebunan 95.378 Ha (22, 71%) , Danau/Kolam 1. 486 Ha (0, 35 %) , Hutan 135. 004 Ha (32,15 %), dan penggunaan lainnya 3.762 Ha (0,90 %).

Kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai potensi wilayah lahan kering yang luas, saat ini sebagaian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan dan hutan. Kabupaten Sukabumi mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (Oldeman) dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari. Suhu udara berkisar antara 20 - 30 derjat C dengan kelembaban udara 85 - 89 persen. Curah hujan antara 3.000 - 4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan ant4ra 2.000 - 3.000 mm/tahun terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi.

Wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai bentuk lahan yang bervariasi dari datar sampai gunung adalah : datar (lereng 0-2%) sekitar 9,4 %; berombak sampai bergelombang (lereng 2-15%) sekitar 22% ; bergelombang sampai berbukit (lereng 15 - 40%) sekitar 42,7%; dan berbukit sampai bergunung (lereng > 40 %) sekitar 25,9 %. Ketinggian dari permukaan laut Wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi antara 0 - 2.958 m. Daerah datar umumnya terdapat pada daerah pantai dan daerah kaki gunung yang sebagian besar merupakan daerah pesawahan. Sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 300 - 1.000 m dari permukaan laut.

Jenis tanah yang tersebar di Kabupaten Sukabumi sebagian besar didominasi oleh tanah Latosal dan Podsolik yang terutama tersebar pada wilayah bagian selatan dengan tingkat kesuburan yang rendah. Sedangkan jenis tanah Andosol dan Regosol umumnya terdapat di daerah pegunungan terutama daerah Gunung Salak dan Gununggede, dan pada daerah pantai dan tanah Aluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan daerah sungai. Kabupaten Sukabumi pada tahun 2007 2.391.736 jiwa yang teridiri dari 1.192.038 orang laki-laki dan 1.199.698 orang perempuan. dengan laju pertumbuhan penduduk 2,37 % dan kepadatan penduduk 579,39 orang per km persegi. Kepadatan penduduk menurut kecamatan cukup berpariasi. Kepadatana penduduk terendah terdapat di Kecamatan Ciemas (183 jiwa per km2) dan tertinggi di Kecamatan Sukabumi (2.447 jiwa per km). Pemukiman padat penduduk umumnya terdapat di pusat-pusat kecamatan yang berkarakteristik perkotaan dan disepanjang jalan raya.

Suatu kondisi penting yang sedang terjadi sehubungan dengan ketenagakerjaan adalah pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian telah menurun.

Etos kerja dan budaya kemandirian tampak sedang terus berkembang. Masyarakat Kabupaten Sukabumi juga kaya dengan budaya seni. Hal lain yang penting adalah tumbuh berkembangnya kelembagaan modern baik dalam arti lembaga maupun "norma-norma" semakin memungkinkan penduduk Kabupaten Sukabumi berintegrasi dengan masyarakat nasional.

Kerukunan hidup penduduk Kabupaten Sukabumi, dinamika yang dimilikinya, kekayaan budaya dan budaya kemandirian yang berkembang serta kemajuan sosial kelembagaan yang telah dicapai merupakan potensi besar untuk pelaksanaan pembangunan selanjutnya.

Dilihat dari administrasi pemerintahan, Kabupaten Sukabumi terdiri atas  47 kecamatan, meliputi 364 desa dan 3 kelurahan.

Sejarah
Hari Jadi Kabupaten Sukabumi diperingati setiap tanggal 1 Oktober yang didasarkan dari titimangsa keberhasilan para pejauang muda Sukabumi setelah merebut paksa kekuasaan transisi Jepang setelah kalah oleh Sekutu tahun 1945. Akibat penolakan tuntutan para pejauang muda Sukabumi tanggal 1 Oktober 1945 melakukan penyerbuan dan berhasil antara lain :
  • Membebaskan 9 orang tahanan politik, salah seorang di antaranya RA Kosasih yang kemudian sempat menjadi Panglima Kodam Siliwangi.
  • Perebutan kekuasaan pemerintah sipil, dengan mengganti wedana dan camat yang tidak mendukung aksi pejuang. Jabatan-jabatan di daerah diserahkan kepada para alim ulama.
  • Pengambilalihan instalasi penting, seperti PLN, Kantor Telepon, Tambang Mas Cikotok, Industri Logam BARATA dan penagambilalihan gudang senjata di Wangun dan Tegal Panjang.
  • Setelah berhasil merebut kekuasaan dari pemerintah transisi Jepang, para pejuang Sukabumi mengusulkan Mr. Sjamsudin sebagai Walikota Sukabumi dan Mr. Haroen sebagai Bupati Sukabumi. Atas usul tersebut, Residen Bogor mengangkat Mr. Haroen sebagai Bupati pertama Kabupaten Sukabumi di Era Pemerintahan Republik Indonesia tahun 1946.
Sejak saat itu peristilahan yang tertera pada nomenklatur pemerintahan diganti misalnya Ken diganti menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan (sekarang sudah tidak ada), Son menjadi Kecamatan dan Ku menjadi Desa.

Kekuasaan untuk menetapkan peraturan di Daerah pun mulai disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara nasional, seperti perubahan kedudukan Komite Nasional Daerah. Komite yang semula bertugas sebagai pembantu eksekutif, diberi wewenang penuh bersama eksekutif dalam menetapkan peraturan daerah, sejalan dengan peraturan tingkat pusat dan daerah atasan.

Belanda berusaaha untuk mengembalikan kekuasaanya, dengan memanfaatkan gerakan pasukan sekutu. Tanggal 9 Desember 1945 pasukan Inggris yang berintikan tentara Ghurka, bersama dengan pasukan Belanda dengan NICA-nya, berusaha masuk ke Sukabumi dan dihadang gabungan pasukan pejuang, maka terjadilah pertempuran sengit, yang dikenal dengan Pertempuran Bojongkokosan.

Iring-iringan kendaraan perang tentara Inggris, terdiri dari tank dan panser, diserang pasukan Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda. Kerugian besar diderita pihak sekutu. Disamping beberapa kendaraan perang berhasil diledakkan, banyak tentara Ghurka terbunuh dan beberapa perwira Inggris tewas.. Di sekitar situs pertempuran bersejarah itu, sekarang berdiri monumen perjuangan Bojongkokosan. Sejak peristiwa itu, beberapa gerakan tentara Belanda dan sekutu senantiasa mendapat perlawanan para pejuang muda Sukabumi.

Tanggal 21 Juli 1947, Belanda berhasil lolos masuk ke Sukabumi dan pusat pemerintahan Kabupaten Sukabumi di bawah Mr. Soewardi, untuk sementara dipindahkan ke Nyalindung, sebelah Selatan kota Sukabumi. Belanda membentuk pemerintaha sipil dan mengangkat R.A.A. Hilman Djajadiningrat sebagai Bupati Sukabumi, yang kemudian digantikan oleh R.A.A. Soeriadanoeningrat.

Tahun 1950, setelah kekuasaan kembali ke tangan Republik Indonesia, pemerintahan di daerah ditata kembali berdasarkan UU 22/1948. Dengan keluarnya UU 14/1950 tentang pembentukan Daerah Tingkat II di lingkungan Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi menjadi daerah otonom. R.A. Widjajasoeria diangkat menjadi Bupati, menggantikan Soeriadanoeningrat.

Pada masa pemerintahan, R.A. Widjajasoeria, yang berakhir tahun 1958 itu, telah terjadi perubahan-perubahan dalam struktur pemerintahan di daerah yaitu :
  • Diundangkannya UU I/1957 menggantikan UU 21/1948. Dengan undang-undang baru ini, Kepala Daerah hanya diserahi tugas otonomi daerahnya sendiri, sedang tugas pengawasan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat menjadi tanggung jawab Menteri Dalam Negeri.
  • Terjadi dualisme tugas dan kewenangan di daerah, antara tugas dan kewenangan pusat di daerah.
Tahun 1958, R. Hardjasoetisna diangkat menjadi Kepala Daerah, menjalankan tugas-tugas kewenangan daerah. Sedangkan sebagai pelaksana tugas dan kewenangan pemerintah pusat di daerah dijabat oleh pejabat tinggi yang disebut Pejabat Bupati, saat itu dijabat oleh R.A. Abdoerachman Soeriatanoewidjaja.

UU I/1957 tidak berlangsung lama dengan terbitnya Penpres R.I 6/1959 yang menyerahkan tugas-tugas pusat bidang pemerintahan umum, maupun urusan rumah tangga daerah, ke tangan Bupati/Kepala Daerah. Dalam menjalankan tugasnya Bupati/Kepala Daerah dibantu oleh Badan Pemerintah Harian (BPH). R. Koedi Soeriadihardja diangkat sebagai Bupati/Kepala Daerah hingga tahun 1967, yang kemudian digantikan oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Haji Anwari.

Perubahan dalam sistem dan struktur pemerintahan daerah turut mewarnai dinamika dan perkembangan daerah serta masyarakat Kabupaten Sukabumi. Setelah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 yang menjadi acuan sistem pemerintahan di daerah, pada tahun 1965 diundangkan UU 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang ini kemudian dicabut sebelum dilaksanakan dan diganti dengan UU 5/1974. Undang-undang baru ini kemudian berlaku selama pemerintahan Orde Baru, hingga diundangkannya UU No. 22/1999 yang sekarang telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Haji Anwari merupakan Bupati pertama yang diangkat di masa Orde Baru. Pada masa pemerintahannya, Kabupaten Sukabumi mulai mengembangkan pembangunan infrastruktur, yang mengakhiri isolasi wilayah selatan Kabupaten Sukabumi. Sebagai Bupati, Haji Anwari berakhir tahun 1978. Bupati berikutnya adalah :
  • Drs. H.M.A Zaenuddin (1978 - 1983)
  • Dr. H. Ragam Santika (1983 - 1989)
  • Ir. H. Muhammad (1989 - 1994)
  • Drs. H.U. Moch. Muchtar (1994 - 1999)
  • Drs. H. Maman Sulaeman (2000 - 2005)
  • Drs. H. Sukmawijaya, MM (2005 - 2010)
Drs. H. Sukamawijaya, MM, merupakan Bupati Sukabumi pertama hasil Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang diselenggarakan pada hari Senin tanggal 27 Juni 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 6 Tahun 2005 yang berpasangan dengan Drs. H. Marwan Hamami, MM sebagai Wakil Bupati Sukabumi. Pada usianya yang ke 60, Kabupaten Sukabumi membuat tonggak sejarah baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yakni telah dilaksanakannya pemilihan Bupati/Wakil Bupati Sukabumi secara langsung yang berjalan aman, tertib, dan damai.

Drs. H. Sukmawijaya, MM dan Drs. H. Marwan Hamami, MM., dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati masa bhakti tahun 2005-2010 oleh Gubernur Jawa Barat Drs. H. Dany Setiawan, M.Si. atas nama Menteri Dalam Negeri RI pada Sidang Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Sukabumi pada Hari Senin tanggal 29 Agustus 2005 yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi H Sopandi Harjasasmita.

Sumber: http://www.jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1042

Link terkait:

Sabtu, 07 Februari 2015

Pelayanan Publik



Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
  1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
    1. Yang bersifat primer dan,adalah semua penye¬diaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
    2. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu:
  1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.
  2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
  3. Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
  4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
  5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara pelayanan yang lebih dominan.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik

Buka pula: 
Ombudsman Republik Indoensia
Undang-undang Pelayanan Publik
Undang-undang Ombudsman Republik Indonesia