Global Warming
Pemanasan global
(global warming) pada dasarnya
merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena
terjadi efek rumah kaca (greenhouse
effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas – gas seperti karbondioksida
( CO2 ), metana ( CH4 ), dinitrooksida (N2O)
dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi ( Fakultas
Geografi UGM, 2007, hlm.5 ). Meningkatnya volume gas – gas pemicu pemanasan
global tersebut disebabkan berbagai macam aktivitas manusia yang semakin
meningkat dari waktu ke waktu. Ironisnya peningkatan volume berbagi macam zat
berbahaya ( sebagai side effect
aktivitas manusia) tersebut tidak diimbangi dengan upaya penanggulangan dan
rehabilitasi daya dukung lingkungan. Berbagai litelatur menunjukkan kenaikan
temperatur global, termasuk di Indonesia,
yang terjadi pada kisaran 1,5o - 40o Celcius pada akhir
abad ke 21.
Pemanasan global mempunyai dampak
yang luas dan serius bagi lingkungan biofisik karena merupakan dampak yang
menyentuh secara langsung. Dampak terhadap aspek biofisik tersebut di antaranya
: pelelehan es di kutub, kenaikan permukan air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna
tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, perubahan siklus air, meningkatnya
evapotranspirasi (penguapan air dari bagian hidup dan bagian tak hidup), d.l.l.
Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial - ekonomi masyarakat meliputi : a).
gangguan terhadap fungsi pesisir dan kota pantai, b). gangguan terhadap sarana
dan prasarana seperti jaringan jalan, c). gangguan terhadap pemukiman penduduk,
d) penyebaran wabah penyakit, e). Berkurangnya produktivitas pertanian dan
listrik (PLTA).
Pengaruh
Global Warming Terhadap Siklus Air
Pembangunan yang dilakukan manusia
sebagai salah satu aktivitasnya selalu menimbulkan dampak (side effect ) baik bifisik maupun sosial – ekonomi, disamping
tujuan pembangunan itu (untuk mensejahterakan umat manusia). Idealnya dampak
itu dapat dikembalikan ke tujuan pembangunan tersebut yaitu untuk
mensejahterakan umat manusia.
Salah satu dampak paling dirasakan
saat ini adalah meningkatnya kadar gas – gas berbahaya di udara, terutama
karbondioksida (CO2) yang sekarang ini kadarnya telah melebihi
batas normal. Data terakhir di Amerika menunjukkan bahwa dalam sehari
dihasilkan karbondioksida sebanyak 75.000 ton yaitu dari sisa penafasan manusia
dan sebagian besar dari sisa pembakaran bahan bakar fosil. Dua puluh lima ribu
ton karbondioksida itu masuk ke laut sehingga menyebabkan pH air laut
meningkat, matinya terumbu karang, d.l.l. Sedangkan 50.000 ton sisanya bebas di
udara, tetapi tidak semuanya dapat diserap oleh tumbuhan dalam proses
fotosisntesis sehingga karbondiksida tetap bersisa di udara. Karbon dioksida
yang terlalu banyak terdapat di udara dapat menghambat pemantulan kembali sinar
matahari yang menghampiri atmosfer bumi sehingga penas matahari tertahan dan
terakumulasi. Hal ini menyebabkan suhu bumi semakin lama semakin panas.
Bagi
Indonesia,
hal ini diperparah dengan pengurangan hutan tropis yang cukup signifikan, baik
akibat kebakaran hutan maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown – International Enviromental
Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 – 1998 saja tidak
kurang dari 1,7 hektare hutan terbakar di Sumatera dan Kalimantan akibat
pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, yakni 2
– 3.5 juta hektare pada periode yang sama. Apabila hal ini dibiarkan terus –
menerus, khususnya di hutan lindung, akan menyebabkan run-off di kawasan hulu dan
meningkatnya resiko pendangkalan dan banjir di kawasan hilir. Pendangkalan
hilir dan banjir di hilir, termasuk di waduk-waduk di mana PLTA dapat
berpengaruh terhadap produksi listrik yang selanjutnya berpengaruh pula
terhadap wacana penghematan energi listrik.
Dampak Global
Warming Terhadap Produksi Listrik dan Wacana Penghematan Energi Listrik
Secara umum ada beberapa pengaruh
pemanasan global mempengaruhi produksi listrik oleh PLTA, diantaranya :
a. Pendangkalan Waduk PLTA
Pendangkalan waduk PLTA disebabkan
beberapa hal. Salah satunya adalah terbawanya tanah, batuan, batuan, dan
material lain dari hulu oleh banjir yang diakibatkan rusaknya hutan di hulu
sungai. Secara langsung tanah, batuan, dan sisa – sisa tumbuhan yang terbawa
hanyut ini tertibun di dasar waduk dan menimbulkan pendangkalan waduk sehingga
daya tampung waduk terhadap air berkurang. Volume air waduk yang berkurang
jelas berpengaruh pula kepada produksi listrik oleh PLTA.
Pendangkalan lainnya adalah
diakibatkan eutrofikasi, yaitu
pelipatan mikrofita dan makrofita di waduk PLTA. Peningkatan makrofita dan
mikrofita ini dipicu oleh meningkatnya kadar unsur hara yang terbawa hanyut
oleh banjir dari hulu. Peningkatan organisme eceng gondok misalnya, sangat
cepat sehingga dalam kurun waktu yang singkat waduk PLTA dapat dipenuhi
organisme itu. Volume air waduk akan berkurang dengan adanya organisme itu dan
akhirnya kembali berpengaruh pada produksi listrik oleh PLTA tersebut.
Satu lagi pendangkalan yang secara langsung
adalah efek dari pemanasan global adalah meningkatnya penguapan air daratan,
termasuk waduk PLTA. Secara langsung hal ini mengurangi volume air waduk PLTA
dan berpengaruh negatif terhadap produksi listrik.
b. Bencana Banjir
Meningkatnya frekuensi dan
intensitas banjir disebabkan oleh pola hujan yang acak dan musin hujan yang
pendek sementara curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrem). Frekuensi dan
intensitas banjir diperkirakan terjadi sembilan kali lebih besar pada dekade
mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan
Tenggara dengan luas genangan air banjir mencapai dua juta mil persegi. Yang menjadi permasalahan bagi PLTA
adalah bahwa banjir (air bah) yang datang dari hulu ini membawa serta berbagai
macam material yang dapat mendangkalkan waduk PLTA.
Pemasalahan lain yang berhubungan dengan
banjir adalah bahwa banjir sekarang secara kapasitas air lebih besar daripada
banjir zaman dahulu. Hutan di hulu yang sudah rusak tidak dapat menahan dulu
air hujan sehingga air hujan langsung menuju ke hilir secara besar-besaran
selama hujan. Volume air yang terlalu besar juga tidak baik bagi produksi
listrik PLN karena alih-alih meningkatkan produksi malah merusak sarana dan
prasarana yang ada.
c.Pemuaian Kabel Penghantar
Suhu
yang semakin tinggi akan berpengaruh langsung terhadap distribusi energi
listrik.
Dari keseluruhan pengaruh pemanasan global
terhadap produksi listrik hampir selalu mengarah ke arah berkurangnya listrik
yang dihasilkan. Konsekuensinya listrik yang didistribusikan ke masarakat
berkurang dan solusinya adalah sudah seharusnya masyarakat ikut serta membantu
pemerintah dalam menghadapi hal ini dengan menghemat energi listrik.
Pengendalian
Pemanasan Global
Ada dua pendekatan utama
untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah
karbondioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas itu atau komponen
karbonnya di tempat lain. Cara ini disebut carbon
sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah
kaca.
Cara paling mudah untuk
menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan
menanam pohon lebih banyak lagi. Pepohonan akan menyerap karbondioksida dalam
proses fotosintesis.
Gas karbondioksida juga dapat
dihilangkan secara langsung, caranya dengan menginjeksikan gas tersebut ke
sumur – sumur minyak untuk mendorong
agar minyak bumi keluar (enhanced oil
recovery).
Cara yang kedua adalah dengan
mengurangi produksi gas – gas berbahaya tersebut. Berpindah pemakaian dari
bahan bakar minyak (bahan bakar fosil) ke gas bumi juga bisa membantu
mengurangi produksi CO2 karena gas lebih sedikit menghasilkan
karbondioksida daripada minyak. Bahkan energi nuklir yang kontroversial malah
tidak menghasilkan karbondioksida sama sekali.